PALANGKA RAYA – DPRD Kalimantan Tengah terus mematangkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) inisiatif tentang penyelesaian konflik dan sengketa lahan yang kerap merugikan masyarakat.
Anggota Komisi I DPRD Kalteng Purdiono mengatakan, Ranperda ini sangat penting untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak kepemilikan tanah masyarakat yang sering terpinggirkan oleh kepentingan korporasi atau pemerintah.
Purdiono menuturkan, proses penyusunan Ranperda sudah dirancang di periode sebelumnya. Namun, hingga kini belum tuntas karena masih menunggu revisi naskah akademik yang disusun ulang oleh Universitas Palangka Raya (UPR).
”Saat ini sedang menunggu naskah akademik dari UPR, meskipun naskah akademik dari Lambung Mangkurat ada tapi kami nilai tidak sesuai dengan realitas di Kalteng,” ucap Purdiono, Jumat (1/7).
Menurutnya, konflik lahan di Kalteng tidak cukup ditangani lewat pendekatan yuridis semata. Sebab, selain peraturan pemerintah, Kalteng juga memiliki Dewan Adat Dayak (DAD) dan mekanisme lokal juga harus diakomodasi dalam proses penyelesaian.
Purdiono mengungkapkan, banyak kasus sengketa antara masyarakat dan perusahaan besar swasta (PBS) tidak tuntas karena lemahnya regulasi daerah. Akibatnya, masyarakat nyaris tak punya ruang dalam proses hukum yang berujung pada ketimpangan.
DPRD berharap perda ini menjadi payung hukum yang bisa menjembatani hak-hak masyarakat, menyelesaikan tumpang tindih lahan, dan mencegah konflik horizontal di masa mendatang.
”Seringkali, kalau sudah konflik dengan perusahaan, masyarakat yang jadi korban. Padahal itu tanah mereka,” tegasnya. (ktr-1/ign)