PALANGKA RAYA – Hujan yang mengguyur Palangka Raya baru-baru ini, bukan pertanda berakhirnya bencana. Sebaliknya, asap pekat kembali menyelimuti Palangka Raya dan masuk kategori berbahaya. Di sisi lain, ”siksaan” asap tahun ini membuat usulan hukuman mati bagi pelaku pembakaran mencuat.
Komandan Operasi Darat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalteng, Agung Wimba Winata mengatakan, pelaku pembakar lahan harusnya dihukum mati dan perusahaan didenda hingga triliunan rupiah. ”Aksi pembakaran lahan menimbulkan kerugian di semua lini, yakni kesehatan, pendidikan, penerbangan, perekonomian, dan lainnya,” katanya, Jumat (9/10).
Hukuman mati dinilai beralasan. Asap yang menyelimuti hampir seluruh Kalteng berasal dari lahan yang terbakar yang luasanya mencapai lebih 9.134,8 hektare. Pemadaman hanya dilakukan seluas 4.955,9 hektare. Sementara itu, tingkat pencemaran udara mencapai 1244.80 (PM10/u gram/m3) dan terus meningkat hingga delapan kali lipat di atas ambang kewajaran 150 u gram/m3.
Jarak pandang di Palangka Raya kemarin tercatat, pukul 07.00 WIB sejauh 600 meter. Pukul 08.00 WIB berjarak 300 meter, 09.00 WIB 400 meter, dan pukul 9.30 WIB semakin parah menjadi 200 meter. Sore harinya tercatat sejauh 50 meter. Meski demikian, aktivitas penerbangan sempat berjalan di Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya.
Lebih lanjut Agung mengatakan, BPBD sampai sekarang masih dalam penanggulangan bencana asap. Pihaknya telah menggunakan tiga helikopter dan direncanakan kembali mendapat tambahan dua armada. Namun demikian, masih belum mampu mengurangi kepekatan asap.
Sejauh ini, lanjutnya, tim di lapangan terkendala peralatan dan terbatasnya jangkauan pemadaman api. Termasuk kurang sadarnya masyarakat untuk tidak membakar lahan dan membantu petugas saat pemadaman.
”Jadi, menurut saya, hukuman mati saja pelaku pembakar ini. Untuk perusahaan denda hingga triliunan, sebab lokasi kebakaran tiap tahun di lokasi sama dan peranan masyarakat pun masih kurang,” katanya.
Terpisah, pakar gambut Suwindo Limin mengatakan, pemerintah harus bertindak tegas dalam penindakan dan penegakan hukum. Bila perlu, pemilik lahan diperiksa dan diinventarisasi agar pembakaran lahan tak terulang kembali.
Kepala Cimtrop Unpar ini menambahkan, penanggulangan bencana harus menggunakan teknik sumur bor, karena terbukti mampu menjangkau titik api dan memadamkan bara api di dalam lapisan gambut. ”Ini metode realita, terbukti memadamkan hingga ke bawah. Daripada pakai helikopter,” katanya saat di posko TSA Kalteng.
Kepala BPBD Kalteng Brigong mendukung teknik sumur bor dan mengakui terbukti memadamkan api, efisien, dan lebih mudah dijalankan. ”Sepakat. Memang sistem seperti itu yang ditambah dan didukung. Kalau sekadar siram, bisa timbul asap,” katanya.
Kepala Dinas Perkebunan Kalteng Rawing Rambang menegaskan, kebakaran lahan banyak terjadi di lahan yang tak dirawat. Pihaknya berencana menggiatkan pemanfaatan lahan, sehingga dijaga dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. (daq/ign)