PALANGKA RAYA - Efek berbahaya akibat kebakaran lahan dan hutan di Kalteng, kembali “mematikan”. Terlebih sampai sekarang tindakan pemerintah dianggap kurang maksimal dalam memadamkan dan menghilangkan asap akibat kebakaran di Bumi Tambun Bungai Ini.
Terbukti, pada Senin (19/10) data dari BMKG menunjukkan tingkat pencemaran udara (partikular) PM 10 semakin meningkat. Berkonsentrasi mencapai lebih dari 2000 U gram/m3. Padahal Nilai Ambang Batas (NAB) konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien, yaitu NAB PM10 = 150 ugram/m3.
Hal ini dirasakan betul oleh warga Kota Palangka Raya, terlebih pada pernafasan dan bagian mata. Bahkan Kota cantik (julukan Palangka Raya) nampak tertutup asap tebal dengan jarak pandang hanya berkisar 30 meter.
Sedangkan data dari pihak Rumah Sakit Doris Silyvanus Palangka Raya. Pada dua bulan terakhir yakni Agustus dan September, tercatat 37 pasien menjalani rawat inap dan 303 warga menjalani rawat jalan.
“Ini data dua bulan terakhir, sedangkan data hingga tanggal 18 Oktober sudah puluhan warga rawat inap dan ratusan rawat jalan,” ucap Wadir Pelayanan RSUD Doris Slyvanus Irly Yulia, Selasa (19/10) di ruang kerjanya.
Dia mengungkapkan pengobatan dan perawatan, korban ISPA dibiayai oleh negara dan gratis tidak dipungut pembayaran.
“Kebanyakan warga Palangka Raya yang kena, ingat semua gratis tanpa dipungut biaya, ” ucapnya.
Terkait tingkat pencemaran berbahaya, dokter spesialis paru, Maul BE Parnusip mengutarakan keadaan ini berakibat peradangan dalam paru-paru terlebih dengan situasi yang kini terus menerus.
“Terutama bagi penderita asma, asap ini membuat derita berat bagi mereka.” jelasnya.
Kata Parnusip, kondisi partikulat dengan PM 10 ini, tentu lebih memperberat di saluran nafas penderita ISPA, yakni akan terjadi iritasi dan peradangan akut. “Jadi ini memang sudah sangat membahayakan, pemerintah tentu harus lebih ketra hingg situasi ini berlalu,” tuturnya.
Sementara itu, dokter spesialis penyakit dalam Dayang, menyebutkan akibat kabut asap ini dibidang penyakit dalam, pasien gagal ginjal dan diabetes terutama memiliki daya tahan tubuh kurang akan lebih memperparah keadaan.
“Contohnya dalam melakukan cuci darah, yang biasanya satu kali dalam sebulan, karena ISPA menjadi dua kali dalam tiga puluh hari. Intinya, semua beresiko, terlebih keadaan makin pekat asap yang memperburuk keadaan.” pungkasnya.
Sementara itu, pantauan Radar Palangka di ruang Flamboyan, pasien ISPA tergolong sudah membaik, namun selang infus dan penanganan dokter terus dilakukan dan dimaksimalkan. Namun sayang di dalam ruangan juga kabut asap masuk hingga membahayakan bagi pasien. (daq/vin/gus)