Banyak cara anak muda menyampaikan aspirasinya untuk perbaikan suatu daerah. Seperti yang dilakukan Muhammad Yasir, pemuda asal dari Desa Sembuluh Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan ini. Untuk mencurahkan isi hatinya, dia menulis buku berjudul “DANAU SEMBULUH” sebagai perlawanan terhadap kerusakan kampung halamannya di tengah maraknya investasi.
HENDRI EDITIA, Kuala Pembuang
BEBERAPA tahun meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu di pulau Jawa sepertinya membuat M. Yasir yang saat ini menekuni pendidikan di Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta merasakan benar perbedaan.
Zaman dulu kampung halamannya dengan sekarang, dia merasakan kerusakan alam di daerahnya tersebut sangat memprihatinkan dan seharusnya ini peringatan keras untuk penguasa saat ini.
Dijelaskannya, dalam buku yang berjudul “Danau Sembuluh” dengan kumpulan cerita pendek (Cerpen) sebanyak 30 judul dengan 214 halaman tersebut dirinya bisa meluapkan isi hatinya terhadap kampung halamannya di tengah pesatnya dunia investasi yang dianggapnya menghabiskan tanah leluhur mereka.
Namun demikian, dirinya menyadari akan keterbatasan seorang mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemimpin. Dengan buku yang diterbitkan menjadikan wadah berekpresi menyampaikan suara hatinya untuk diketahui pemimpin.
Pemuda yang kerap dipanggil Yasir Dayak itu, dalam bukunya banyak hal yang dirasakannya zaman dahulu dengan sekarang, minimnya infrastruktur dan investasi masih membuat banyak masyarakat yang hidup aman berdampingan dengan alam, namun di tengah pesatnya investasi yang seharusnya membuka lebar kesejahteraan masyarakat, ternyata ini hanya hayalan dan keuntungan sesaat bagi segelintir orang.
Bahkan menurut mahasiswa yang kini memasuki semester akhir itu, dirinya merasa dengan buku tersebut bisa membuka mata para pemimpin serta pejabat di daerahnya agar lebih memperhatikan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan pribadi atau golongan.
”Saat ini saya merasa kita perlu berubah untuk lebih maju,” ujarnya.
Dalam bukunya, banyak suara hati bahkan pengalaman Yasir bahkan masyarakat kampung halamannya untuk diketahui petinggi di daerahnya misalnya cerpen yang berjudul Nyanyian Pendulang Puya, Ketika Hutan Telah Tiada, Disini Tak Ada Kebebasan, Kebodohan Yang Mengusik Jiwa serta banyak lagi.
”Semoga dengan adanya buku ini, bisa menggugah jiwa sang pemimpin untuk lebih maju dan ikhlas untuk rakyat,” harapnya. (***/fm)