SAMPIT-Sejauh ini peredaran minuman beralkohol di Kotim masih menjadi momok. Meskipun sudah ada peraturan daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol, sayangnya, aturan itu sampai sekarang hanya jadi macan kertas. Salah satunya karena belum ada peraturan bupati (perbup) yang mengatur lebih lanjut.
Ketua Bapemperda DPRD Kotim, Dadang H Syamsu membenarkan bahwa perda itu sudah disahkan sekitar Juli 2017 lalu. Dia menyesalkan perda itu ternyata belum ada tindak lanjut berupa perbup. Menurutnya Pemkab Kotim juga tidak pernah menyampaikan alasan ketidakhadiran perbup, untuk mendukung Perda tersebut.
"Sangat disayangkan sampai saat ini ternyata belum ada perbup, padahal ketentuannya itu 3 bulan setelah disahkan tepatnya di Oktober silam, sudah diterbitkan perbup tindaklanjutnya, "ujarnya, kemarin.
Dia juga mengungkapkan, perda itu awalnya hadir dari semangat kepala daerah untuk menertibkan dan mengendalikan minuman beralkohol. Tapi setelah diusulkan dan disahkan tidak ada tindaklanjutnya. "Yang jelas itu tidak ada perbup jadi alasan, kenapa di lapangan tidak ada tindaklanjutnya. Artinya kepala daerah yang harus aktif di sini,” tegas Dadang.
Dikatakannya pula, penekanan terhadap penjualan miras yang bebas ini mengantisipasi agar pemerintah tidak kecolongan. Saat ini masyarakat mulai gerah dengan aktivitas penjualan miras yang bebas tidak terkontrol. Dadang mengakui, pihaknya sudah mengkonfirmasi kepada pihak kantor DPMPTSP Kotim terkait aktivitas penjualan miras yang bebas di sejumlah titik di dalam kota yang tidak berizin. "Memang itu sudah jelas tidak ada izinnya, saya sudah konfirmasi ke pihak kantor perizinan,” tegasnya.
Dadang menambahkan, dalam penegakan perda itu sebagai leading sektornya adalah Satpol PP Kotim. Namun lanjutnya, dalam pelaksanaan di lapangan ternyata satpol PP mengalami kendala, yakni tidak ada perbup. "Sekarang tinggal kepala daerah yang punya wewenang kapan perbup itu diterbitkan, kalau mengacu kepada aturannya sudah lewat dari 3 bulan waktu,” cetusnya.
Dadang menambahkan, kejadian kriminal akibat miras ini cukup tinggi. Maka dari itu tidak salah jika miras ini dianggap sebagai biang terjadinya kasus kriminal di Kotim, hingga saat ini aktivitas penjualan miras mulai disorot terutama dari masyarakat dan tokoh agama.
”Mereka mendesak agar pemerintah daerah bersikap tegas. Terlebih lagi ada toko miras yang bebas dan berjualan di dekat rumah ibadah dan sekolah berbasis agama,” tandasnya.(ang/gus)