SAMPIT – Pemberian vaksin measles dan rubella menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat lantaran belum adanya sertifikasi halal dari MUI. Imunisasi ini tetap berjalan di sejumlah sekolah, meski sebagian orang tua siswa minta penundaan.
Menanggapi persoalan ini, anggota DPRD Kotim Cici Desiliya menyerahkan masalah ini kepada masing-masing orang tua siswa.
”Jika memang orang tua siswa keberatan, silakan buat pernyataan. Sebaliknya, kalau orang tuanya tidak merasa keberatan, ya dilaksanakan,” kata anggota Komisi III DPRD Kotim yang membidangi masalah kesehatan ini.
Cici Desiliya mengatakan, perlu peran orang tua siswa ketika ada polemik seperti measles dan rubella. Orang tua siswa bisa berkonsultasi dengan dokter.
”Kalau ada yang takut anaknya sakit, ya sebaiknya tanya dulu ke dokter atau ahlinya. Apa gunanya vaksin dan apa efek sampingnya. Ada juga pilihan lainnya, yakni menunggu petunjuk dari MUI,” kata politikus PDI Perjuangan ini.
Begitu juga dengan pihak sekolah, hendaknya meminta izin orang tua siswa sebelum menyuntikan vaksi supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
”Sebaiknya pihak sekolahan minta izin dulu biar enggak ada salah paham, jangan tiba-tiba anaknya divaksin,” kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Komisi III DPRD Kotim Hero Harapano menilai vaksin measles dan rubella sejatinya untuk kesehatan anak. Namun, akibat kurangnya koordinasi pemerintah di tingkat pusat, polemik bergulir jauh.
”Kalau memang merasa untuk anak itu penting, ya laksanakan. Kalau masih ragu, ya jangan dilaksanakan dulu,” ujarnya.
Akibat informasi yang awalnya liar dan terlanjur viral menyebabkan perbedaan pandangan dan kontroversi berkepanjangan di tengah masyarakat. Dia berharap hal itu bisa diatasi sehingga semua anak di daerah ini bisa mendapatkan imunisasi itu. ”Tujuannya baik, untuk kesehatan anak kita semua,” tandasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dr Faisal Novendra Cahyanto memastikan program pemberian vaksin measles rubella (MR) akan tetap berjalan, meskipun menuai pro dan kontra.
Pria penghobi energi listrik alternatif ini menerangkan, belum ada satu ulama yang mengharamkannya. Pemberian vaksin ini merupakan program pemerintah pusat melalui surat edaran Kementerian Kesehatan. Dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota harus menindaklanjutinya.
“Memang sertifikasi halalnya belum terbit, tetapi diusahakan akan segera diproses dan diperiksa oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika MUI (LPPOM MUI). Dinkes Kotim juga menghormati karena banyak negara-negara lain yang sudah banyak menggunakan vaksin tersebut, diantaranya negara Mesir, Irak, Iran, Suriah, Maroko, Pakistan, Yaman. Itu sama persis menggunakan vaksin yang sama seperti yang kita pakai,’’ kata Faisal, Selasa (7/8).
Faisal menyatakan, vaksin MR ini berbahan dasar tripsin rekombinan. Komponen yang berada dalam kandungan Vaksin MR merupakan animal komponen free. ”Kandungan hewan sama sekali tidak ada di situ,” tegasnya.
Mantan Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Sampit ini menegaskan, Dinkes Kotim tetap mengacu pada surat edaran terakhir Kementerian Kesehatan tentang Vaksinasi MR vase kedua untuk Kalimantan Tengah. Pihaknya juga sudah mendapatkan surat edaran dari Kepala Dinkes Provinsi Kalteng.
Mengenai beberapa orang tua yang menolak anaknya dilakukan vaksin MR, Faisal meyakinkan bahwa vaksin MR penting untuk kesehatan anak-anaknya.
“Ingat, kasus difteri banyak terjadi di daerah-daerah yang melakukan penolakan dilakukan vaksin difteri beberapa waktu lalu. Kita harapkan Kotim bisa terhindar dan bebas dari penyakit campak dan rubella,” ujarnya.
Faisal juga mempersilakan masyarakat mengambil sikap menunggu sertifikasi halal dari MUI atau tetap melaksanakan. Yang jelas komponen yang dipakai bebas dari komponen hewan dan alkohol.
Faisal juga menyatakan, Negara ingin melindungi rakyatnya dari berbagai penyakit. ”Diharapkan dua dekade lagi, sudah tidak ada lagi penyakit campak di Indonesia ini,” ucapnya.
Dinkes Kotim menargetkan 118.000 anak divaksin MR. Artinya, dalam sehari harus 2.000 orang divaksin sehingga vaksinasi selesai akhir September.
”Saya berharap hasil LPPOM MUI ini sama dengan hasil di negara lain. Boleh tidaknya vaksin MR ini dilakukan, saya mengacu pada otoritas kesehatan yang jelas,” tuturnya.
Faisal mengatakan, vaksin MR ini sangat penting dilakukan untuk mencegah kematian akibat campak. Berdasarkan laporan dari data WHO sampai dengan tahun 2015, masih ada sekitar 5.000 anak yang terkena campak. Begitu pula dengan kasus rubella, juga sudah ribuan anak. Rubella mengakibatkan kecacatan fisik, tuli, katarak dll.
“Sebetulnya kampanye vaksin MR ini sudah berbulan-bulan lalu di televisi ditayangkan, cuma pada tahap kedua di awal ini kita sebut saja dinamika terhadap vaksinasi MR,” katanya. (rm-87/ang/yit)