SAMPIT – Sejumlah warga Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, menutup total areal jalan utama perusahaan perkebunan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP). Hal itu dilakukan lantaran konflik lahan dengan masyarakat setempat tak kunjung selesai.
Aksi itu juga sebagai bentuk protes terhadap hasil temuan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kotim terhadap perkebunan tersebut yang menyatakan perusahaan itu menggarap lahan di luar areal perizinan. Warga mempersoalkan lahan seluas 117 hektare.
Penggarapan lahan tersebut berawal dari temuan Pansus DPRD Kotim tahun 2010 silam. Saat itu pansus menemukan lahan seluas 117 hektare yang ditanam perusahaan berada di luar perizinan dan wajib diserahkan kepada masyarakat sebagai pemilik lahan.
Aksi warga tersebut membuat puluhan truk perusahaan pengangkut tandan buah segar (TBS) tak bisa keluar. Ada puluhan warga yang memblokade lahan dengan memasang hinting pali (portal, Red) tersebut. Mereka siap menjaga selama 24 jam penuh.
Hinting pali dipasang lantaran masyarakat kecewa karena sudah delapan tahun menunggu, tidak ada penyelesaian terkait sengketa lahan warga dengan perusahaan. Pemasangan hinting pali tersebut telah berlangsung selama tiga hari belakangan.
”Kami tetap akan pasang dan tidak akan kami lepas sebelum ada keputusan melalui rapat dengar pendapat dari DPRD Kotim," kata Dinerson Landa, perwakilan warga.
Hinting pali dipasang di jalan masuk PT HMBP, tak jauh dari permukiman warga sekitar. Mereka menuntut agar lahan yang diduga berada di luar HGU itu dikelola warga atau dijadikan areal plasma.
Perusahaan dan warga sempat beradu argumen di lapangan. Pihak perwakilan perusahaan menganggap warga yang mengklaim tidak punya kewenangan.
”Tidak ada pihak ketiga yang membenarkan tindakan bapak. Apakah itu DPRD atau pemerintah. Ini tidak ada. Jadi, maaf, kami juga menyatakan ini tidak benar," kata salah seorang perwakilan perusahaan.
Warga lalu menunjukkan hasil pansus sawit bentukan DPRD Kotim beberapa tahun silam. Namun, perusahaan tak memedulikannya dan menilai surat itu kewenangannya ada di DPRD Kotim.
Setelah perdebatan itu, akhirnya ada kesepakatan dari kedua belah pihak agar portal dilepas dan permasalahan tersebut dibawa ke rapat di DPRD. Namun, warga tetap menolak melepas hinting pali. Portal baru bisa dilepas apabila ada penyelesaian lewat DPRD.
”Kami minta secepatnya dengan DPRD, karena kami sudah tiga kali menyurati DPRD," kata Dinerson Landa, tokoh masyarakat setempat. (ang/ign)