NANGA BULIK – Sebanyak 53 orang warga Desa Wonorejo, Kecamatan Sematu Jaya jalani rapid test pada Sabtu (25/4). Hal itu dilakukan menyusul temuan satu warga setempat yang terkonfirmasi Positif Covid-19 pada Jumat (24/4) lalu.
Warga yang dinyatakan positif Covid-19 tersebut diketahui merupakan satu di antara dua warga Lamandau yang memiliki riwayat perjalanan ke Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) beberapa waktu lalu.
"Rapid test massal itu diperuntukkan bagi warga setempat yang pernah kontak langsung dengan kasus 02 Positif Covid-19 di Lamandau. Termasuk juga bagi warga yang berinteraksi dengan keluarganya," ungkap Bupati Hendra Lesmana yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Lamandau.
Pasalnya dari hasil tracking sementara diketahui ada 13 orang dari 3 kepala keluarga yang kontak langsung dengan penderita yang terdiri atas istri, anak, menantu hingga cucu dari pasien. Selain itu juga ada sejunlah warga yang melapor telah kontak langsung dengan keluarga pasien positif.
Sehingga pihaknya juga ingin memastikan bahwa tim telah berupaya bergerak maksimal untuk mengantisipasi potensi penyebaran. "Selain dengan rapid test massal, tim juga telah melokalisir keluarga kasus 02 termasuk meminta agar masyarakat Desa Wonorejo melakukan pembatasan sosial, serta meniadakan aktivitas peribadatan yang memungkinkan adanya perkumpulan orang seperti salat tarawih maupun salat jumat berjamaah," tegasnya.
Belasan Santri Temboro Jalani Karantina
Sementara itu usai melakukan rapid test dan pengambilan swab di RSUD Sultan Imanuddin Pangkalanbun, belasan santri dari Klaster Temboro telah memasuki lokasi karantina di komplek mess desa. Mereka akan jalani karantina di mess desa ini hingga hasil tes swab keluar.
"Karantina ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Jangan sampai jika ternyata mereka ada yang positif malah menulari keluarga dan lingkungannya," ungkap Sekda Lamandau, Masrun.
Dengan menempatkan mereka di satu lingkungan tertutup, menurutnya akan memudahkan tim gugus tugas dalam melakukan pemantauan.
Selama berada di mess desa, sebutnya, segala kebutuhan pokok akan dipenuhi oleh pemerintah daerah. Namun pergerakan mereka akan sangat dibatasi, mereka tidak boleh keluar mess desa sebelum hasil tes swab keluar yang diperkirakan antara 4 hari-10 hari ke depan. Penjagaan ketat telah dilakukan oleh tim gugus tugas di pintu masuk dan keluar mess desa.
"Total rencananya ada 14 orang yang akan masuk karantina di mess desa. Yakni 1 orang yang riwayat perjalanan dari Bandung, 10 orang santri Temboro dan 3 orang keluarga santri. Mereka akan menempati 5 unit mess desa," bebernya.
Sebelumnya rencana Pemkab Lamandau menjadikan mess desa sebagai tempat karantina mandiri ini sempat mendapat penolakan dari warga yang tinggal sekitar kawasan tersebut. Rupanya penolakan itu muncul akibat kurangnya sosialisasi kepada warga sekitar.
"Karena tidak pernah ada pemberitahuan dan arahan sebelumnya. Kami jadi was-was dan khawatir, karena kami punya anak istri dan orang tua yang usia lanjut. Kami ingin jaminan bahwa kami tidak akan tertular, jaminan kami bisa tetap dengan mudah memenuhi kebutuhan hidup," ujar salah satu warga setempat, Edi Trobos.
Belasan warga yang tinggal di sekitar area mess desa itu mengira jika area tersebut menjadi lokasi karantina maka warga sekitar juga akan terkena imbas pembatasan aktivitas. Mereka khawatir akan ikut terkurung dan kesulitan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Padahal para ODP yang dikarantina ini akan menjalani masa karantina sesuai dengan protokol yang telah ditentukan sehingga tidak akan menulari warga sekitar. Dan warga lain yang tinggal di mess desa bisa tetap menjalani kehidupan seperti biasa, namun tetap mengutamakan di rumah saja selalu menggunakan masker saat keluar rumah dan jaga jarak. (mex/sla)