SAMPIT - M Erwin Toha (42) mengajukan rehabilitasi setelah tertangkap memakai narkoba. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Seruyan dicokok personel Polres Kotawaringin Timur beberapa waktu lalu.
Kepala Satuan Reserse (Kasatres) Narkoba Polres Kotim Iptu Arasi membenarkan atas pengajuan rehabilitasi oleh wakil rakyat tersebut. Meski mengajukan rehab, M Erwin Toha tetap ditahan di Mapolres Kotim.
”Berkas pengajuannya sudah kami antar ke Kejaksaan Negeri Sampit. Tapi, tetap yang menentukan di persidangan nanti apakah yang bersangkutan berhak direhab atau sebaliknya,” ujar Arasi.
Sebelum itu, M Erwin Toha yang biasa disapa Erwin ini juga sempat menjalani pemeriksaan di Kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalteng. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan menyatakan bahwa Erwin sebagai pemakai atau pencandu narkotika.
”Setiap orang punya hak untuk rehabilitasi. Namun rehabilitasi ini tidak menghilangkan tindak pidana. Bahkan, boleh saja yang bersangkutan ini menjalani rehabilitasi sambil menunggu persidangan,” terangnya.
Dari hasil pemeriksaan pihak kepolisian, Erwin mengaku sudah kecanduan sabu-sabu dengan alasan untuk menjaga stamina.
”Setiap ke Sampit, si pelaku pasti singgah ke tempat pengedar. Terkadang, ia bisa memakai sabu itu di tempat pengedar dan kadang juga di tempat kediaman si pelaku itu tadi, atau bahkan di tempat lainnya. Tergantung mood si pelaku,” bebernya.
Arasi menegaskan, pengajuan rehabilitasi tidak menggugurkan status tersangka sehingga proses hukum tetap jalan.
”Kami hanya mengantar surat pengajuan. Dan kami tidak berhak mengklaim pelaku ini direhab, itu semua ditentukan di pengadilan nanti,” tandasnya.
Sementara itu tokoh masyarakat di Sampit Gumarang berharap kasus itu bisa tuntas hingga pengadilan. Pihaknya khawatir tersangka direhabilitasi tanpa dikenakan pidana sehingga bisa merusak tatanan penegakan hukum. Apalagi sosok anggota dewan merupakan panutan bagi banyak orang.
Menurutnya, ada peluang yang tersangka dikenakan Undang undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 127. Karena hanya pemakai narkoba narkotika golongan kelas satu (sabu) dan dikenakan pasal penyalahguna atau pecandu yang berhak mendapatkan rehabilitasi.
”Kalau yang bersangkutan dikenakan rehab, sangat miris. Wakil rakyat seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberi contoh yang baik. Apakah di Kotim sudah pernah ada yang direhabilitasi? Atau hanya pertama kali ini saja yang dianggap sebagai korban,” tanya Gumarang.
Dia menyadari pasal 127 rentan disalahgunakan dalam penerapan hukum karena ada alternatif ancaman hukuman yaitu maksimal 4 tahun sehingga bisa bersifat subjektif.
”Semoga saja penerapan unsur pasal 127 berlaku pada siapa saja terutama yang menyangkut subtansi rehab, sehingga mengurangi beban Negara,” kata Gumarang
Menurutnya, penghuni lembaga permasyaratan 70 persen dihuni oleh napi narkoba. Itu membuktikan betapa masifnya kejahatan narkoba melebehi kejahatan lain.
“Kejadian menimpa anggota DPRD Suruyan membuktikan lemahnya pengawasan internal sebuah lembaga yang seharusnya bersih dari narkoba. Wakil rakyat tidak seharusnya melakukan hal demikian sehingga mencoreng lembaga tersebut. Semoga kejadian ini yang terakhir untuk wakil yang berurusan dengan kasus narkoba,” tandasnya. (ang/sir/yit)