PALANGKA RAYA – Menjelang ditetapkannya Rancangan Undang- Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, muncul berbagai kritik dan penolakan dari sejumlah organisasi buruh (pekerja). Salah satunya disampaikan Federasi Serikat Pekerja dan Pertanian dan Perkebunan dan Konfederasi Serikat Pekerja Pekerja Seluruh Indonesia (KSP.PP.KSPSI) Kalimantan Tengah (Kalteng, yang telah menyatakan sikap penolakan.
Ketua KSP. PP.KSPSI Kalteng Nasarie menyatakan, di dalam RUU Omnibuslaw terdapat beberapa hak buruh yang hilang. Seperti berkurangnya pesangon, jam kerja yang berlebihan bahkan upah minimum yang penuh syarat.
”Kami dari FSP.PP.KSPSI Kalteng mengeluarkan sikap dengan tegas menolak di sahkannya RUU OMNIBUSLAW Cipta Kerja klaster Ketenaga Kerjaan yang sejak tanggal 23 Maret 2020 ada 2 poin keberatan kami. Peryataan ini juga sudah kami sampaiakn ke Disnaker Provinsi Kalteng, bahkan ke Kementrian Tenaga Kerja RI yang isinya menolak untuk disahkan,”paparnya saat berbincang, Senin (5/10).
Selain itu juga, terkait imbauan untuk melakukan aksi turun ke jalan yang di perintahkan oleh KSP.PP.KSPSI Pusat, pihaknya tidak akan melakukan aksi tersebut dengan pertimbangan masih tingginya angka covid 19 khususnya di Kota Palangka Raya.
”Terkait innstruksi dari DPP KSPSI Pusat Jakarta terkait turun aksi (orasi), dengan instruksi NO.ORG.072/DPP/KSPSI/X/2020 tanggal 10 Oktober 2020 di seluruh PD,PC,PUK, Se ndonesia, kami dari PD,PC,PUK KSPSI Provinsi Kalteng tidak akan melaksanakan kegiatan unjuk rasa nasional dengan pertimbangan situasi pandemi Covid 19 saat ini yang masih sangat rawan khususnya Kota Palangka Raya. Bahkan KSP.PP.KSPSI Kalteng merupakan contoh pemerintah dalam mentaati protokol kesehatan dan demi menjaga keselamatan masyarakat Kalteng,” papar Nasarie.
Selain itu lanjutnya, pertimbangan lain bila anggota KSP.PP.KSPSI Kalteng yang tersebar di empat kabupaten berkumpul, akan banyak risiko. Baik risiko perjalanan, dan juga adanya pihak lain yang menyusup dalam aksi tersebut untuk kepentingan pribadi.
”Pertimbangan kami unsur pimpinan PD.PC.PUK Kalteng sepakat tidak melakukan aksi tersebut. Dan juga kami menegaskan kembali penolakan kami terkait OMNIBUS LAW sudah dituangkan di media cetak dan spanduk,” papar Nasarie.
Namun lanjutnya, ada hal yang membuat pihaknya geram. Pasalnya dua spanduk penolakan yang dipasang di dua tempat, yakni Jalan Thamrin dan Bundaran Besar Kota Palangka Raya raib setelah beberapa jam dipasang.
”Kami sudah izin pemasangan spanduk itu, bahkan saat memasang baleho itu kami dikawal oleh Intel Polresta Palangka Raya. Posisi dan letaknya juga ditentukan oleh mereka dan Dinas Tenaga Kerja, tetapi setelah kami pasang Sabtu malam, hari Minggu, (4/10) sudah raib, dan itu juga keduanya hilang,” pungkasnya.
Nasarie menambahkan, saat ini pihak KSP.PP.KSPSI Kalteng sudah menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian terkait hilangnya spanduk tersebut. Bahkan menurutnya dari pihak Polresta Palangka Raya juga menyesalkan hilangnya spanduk tersebut. (agf/gus)