PALANGKA RAYA – Aksi unjuk rasa penolakan terhadap Omnibus Law di Palangka Raya berlanjut. Jika sebelumnya demonstrasi diwarnai bentrok, kali ini aksi kontra Omnibus Law dilakukan Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalimantan Tengah dengan pembacaan doa, baca puisi , dan lantunan sholawat di kantor DPRD Kalteng. Sayangnya, tidak ada satupun wakil rakyat yang menemui pengunjuk rasa.
Aksi mahasiswa mendapatkan pengawalan ketat aparat Polri dan TNI. Aksi dimulai dari kantor KONI Kalteng dan berjalan kaki ke kantor DPRD Kalteng dengan membentangkan spanduk penolakan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Ketua PMII Kalteng Surya Noor menyampaikan, aksi tersebut dilakukan secara terbatas sesuai penerapan protokol kesehatan. ”Kita terapkan sesuai aturan yang saat ini berlaku, yakni disiplin protokol kesehatan,” terangnya.
Mereka menolak UU Cipta Kerja lantaran bertentangan dengan keadilan sosial seperti yang tercantum dalam Pancasila. Mereka juga menuntut presiden tidak menandatangani undang-undang tersebut, walaupun telah disahkan oleh DPR RI.
”Kami menuntut Presiden tidak menandatangani UU tersebut, agar menjadi itikad baik presiden, bahwa beliau peduli dengan apa yang telah disampaikan masyarakat dalam penolakan undang-undang tersebut,” tutur Surya Noor didampingi Korlap Aksi Fahrizal Ramadhani.
Surya menyatakan akan melakukan judicial review agar undang-undang itu dibatalkan. “Kita akan ajukan hal itu, semoga Mahkamah Konstitusi mengabulkannya. Ini semua tuntutan rakyat dan semoga pemerintah mendengar aspirasi tersebut,” tuturnya.
Dia membeberkan, aksi ini dilakukan secara berbeda demi menghindari tindakan represif aparat. Atas hal itu mereka menyampaikan tuntutan tanpa membuat suasana semakin panas.
“Ingat substansi dari aksi adalah menyampaikan tuntutan. Menyampaikan berbeda beda, nah melalui sholawat dan membacakan doa dari kami, kami sampaikan tuntutan tersebut sehingga sejuk dan damai. Cara ini juga sesuai dengan karakter kami dari mahasiswa NU berupa sholawat dan doa serta bersarung dengan menonjolkan ciri khas Nahdlatul Ulama,” tegasnya.
Dia mengaku sangat kecewa terhadap anggota DPRD Kalteng. Tidak ada satupun wakil rakyat yang menemui pengunjuk rasa. Secara tegas mahasiswa menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPRD Kalteng.
PMII akan terus mengawal tuntutan yang sudah dibacakan di depan DPRD. Jika tak ditanggapi maka akan ada aksi lanjutan.
“Kami sangat kecewa dengan kinerja mereka, padahal tugas pokok mereka mendengarkan aspirasi rakyat yang mana rakyat sudah berteriak, sehingga seharusnya mereka mendengarkan hal itu. Dan juga tidak meninggalkan gedung DPRD Kalteng dalam satu waktu. Kami sangat kecewa. Maka itu kami sampaikan mosi tak percaya kepada mereka,” pungkasnya.
Sementara itu Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Dwi Tunggal Jaladri mengapresiasi penyampaian tuntutan dari PMII secara santun dan terkoordinasi.
”Mereka sangat kondusif. Mereka rapid test dan menerapkan protokol kesehatan. Bersedia diperiksa barang bawaan dan lainnya, sehingga kami fasilitasi untuk di depan kantor DPRD Kalteng,” tuturnya.
Jaladri mengatakan, aksi PMII bisa menjadi contoh bagi mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi, sehingga bisa difasilitasi dan berjalan secara lancar tanpa ada ketegangan.
“Saking menghargai itu, ada beberapa personel menggunakan sorban dan duduk bersama. Kita bisa membaur dan tidak memata-matai mereka. Aksi damai maka itu kami akan kawal kegiatan dari awal hingga akhir walaupun personel diturunkan hampir 300 orang,” pungkas perwira menengah Polri ini.
Di lokasi sama, Ketua Harian Satgas Covid-19 Kota Palangka Raya Emi Abriyani menyampaikan, PMII telah berkoordinasi bersama tim satgas dan berkomitmen menjalankan protokol kesehatan, berupa jaga jarak dan penggunaan masker.
”Saya salut dengan mereka, apalagi dibuktikan di lapangan penerapan protokol kesehatan, walaupun menyampaikan penolakan UU Cipta Kerja dalam berunjuk rasa. Makanya kalau aksi itu, mahasiswa harus tahu apa yang akan disampaikan, jangan ikut-ikutan saja,” tutupnya. (daq/yit)