PALANGKA RAYA – Tujuh mahasiswa di Kota Palangka Raya mengalami luka-luka dalam aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja. Aksi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan organisasi itu sempat diwarnai saling dorong dan aksi bakar ban. Pendemo mendesak legislator Kalteng menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja ke pemerintah pusat.
Pantauan Radar Sampit, aksi yang digelar di depan kantor DPRD Kalteng itu dikawal ratusan aparat kepolisian, Kamis (8/10). Para pengunjuk rasa sempat melempari aparat yang tengah berjaga. Polisi membuat blokade dengan menurunkan personel pengurai massa dan menyiagakan anjing pelacak. Sejumlah mahasiswa diamankan, namun akhirnya dilepas kembali.
Kantor DPRD Kalteng disegel perwakilan mahasiswa dengan tulisan ’Gedung Ini Disegel Rakyat’. Berbagai tulisan lain juga dibentangkan pengunjuk rasa, seperti Rip DPR, Mosi Tak Percaya, Cabut Omnibus Law, dan lainnya.
Juru Bicara Aliansi Gerakan Delapan Oktober 2020 Obby, meminta Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) terhadap UU Cipta Kerja. Selain itu, mendesak anggota DPR RI dapil Kalteng dan anggota DPRD Kalteng menyatakan penolakan UU kontroversial tersebut.
”Kami juga meminta presiden dan kapolri menghormati UUD 1945 dan amandemen serta UU RI Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan berpendapat dan menjamin setiap orang untuk menyampaikan aspirasi di muka umum. Ini sikap kami dalam Gerakan Delapan Oktober 2020,” tegasnya.
Meskipun tak ada anggota DPRD Kalteng yang menemui pendemo, pihaknya akan terus mengawal sikap dan poin tuntutan yang disampaikan. ”Kami Aliansi Delapan Oktober 2020 akan terus bergerak dan mengawal,” ujarnya.
Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Dwi Tunggal Jaladri mengatakan, aparat menyetujui beberapa permintaan pengunjuk rasa, yakni pemasangan kata segel kantor dan surat tuntutan.
”Kami melakukan pengamanan dan memang tidak ada anggota DPRD Kalteng menemui. Tadi kami bantu sampaikan ke Sekwan DPRD Kalteng yang nantinya akan disampaikan ke anggota DPRD, karena mereka tidak ada di tempat," kata Jaladri.
Jaladri menuturkan, sempat terjadi aksi saling dorong antara pendemo dengan aparat. Meski demikian, dia memastikan tidak ada aksi anarkistis. ”Tidak ada yang menjadi korban hingga mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan menimpa mereka. Saya berterima kasih pula kepada para rektor hingga aksi berjalan kondusif dan aman,” katanya.
Menurut Jaladri, enam mahasiswa sempat diamankan akibat saling dorong. Namun, mereka dilepas kembali, walaupun satu di antaranya ada terkilir dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk diobati. ”Saya pastikan semuanya aman dan sehat," katanya. (daq/ign)