SAMPIT – Kejaksaan Negeri Kotim ditantang membongkar habis dugaan tindak pidana korupsi proyek sirkuit di Jalan Jenderal Sudirman Kilometer 5,5 Sampit. Pelaku yang terlibat dan dugaan penyimpangan itu harus diseret ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
”Kasus ini harus tuntas dan jelas nantinya. Kami berharap penyidik bekerja secara profesional menangani dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut,” kata Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Kotim SP Lumban Gaol, Kamis (29/4).
Lumban Gaol berharap penyelidikan dan penanganan kasus tidak terhenti di tengah jalan. Pasalnya, jika tidak dibereskan hingga tuntas, selain akan menjadi tunggakan perkara, juga menimbulkan beragam persepsi publik.
”Kami harap agar penyidik jaksa betul-betul bekerja. Masyarakat tengah menunggu, apakah kasus ini sampai kepada penetapan tersangka atau hanya menjadi tunggakan kasus nantinya. Saya apresiasi langkah penyidik jaksa yang sudah masuk perkara ini dan jangan setengah-setengah,” tegasnya.
Lumban Gaol mengaku sejak awal mencurigai adanya berbagai persoalan dalam pelaksanaan proyek tersebut. Hal itu lantaran kontraktor yang mengerjakan ternyata bergantung pada dana pemerintah daerah. ”Jadi, mereka bekerja setiap ada termin pencairan. Setelah itu tidak ada,” ujarnya.
Padahal, kata dia, pemerintah memprogramkan proyek tahun jamak itu karena tidak tersedia dana yang siap dalam jumlah besar. Namun, disiasati dengan sistem tahun jamak yang pembayarannya dilakukan setiap tahun anggaran. Artinya, kontraktor harus bekerja sesuai kontrak. Ketika proyek selesai, pemerintah tinggal membayar.
”Kalau semacam ini, rekanan yang hanya menunggu termin APBD, kenapa tidak dibuat reguler saja dulu proyeknya dan pasti tidak menimbulkan masalah. Makanya, perencanaan kegiatan seperti ini harus bertanggung jawab,” katanya.
Menurut Lumban Gaol, ketidakberesan proyek itu merupakan buah dari perencanaan yang buruk. ”Paling pertama perencanaan, karena saya lihat ada yang tidak beres. Banyak kegiatan proyek tahun jamak ini. Siapa tahu jadi pintu masuk untuk kegiatan lainnya juga,” ujarnya.
Terpisah, praktisi hukum di Kotim Agung Adisetiyono mengatakan, perbuatan tindak pidana korupsi memiliki makna luas. Di antaranya, penyalahgunaan wewenang, suap, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Menurutnya, tindak pidana korupsi dalam proyek sirkuit yang sedang digali penyidik bisa suap-menyuap, gratifikasi, atau penggelapan dalam jabatan, proses lelang atau pengadaan proyek tersebut. Di sisi lain, prosedur pengadaan proyek juga dapat merugikan keuangan.
”Apabila dalam pelaksanaan, mulai dari perencanaan ada prosedur yang dilanggar, tentunya akan jadi pintu masuk untuk menjerat yang terlibat. Kesalahan prosedur bisa juga menyebabkan kerugian negara dan dijerat dengan tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Ketika ditanya apabila hasil audit BPK menyatakan pelaksanaan proyek tidak ada masalah, dia mengatakan, penyidik tak serta merta bisa menghentikan pemeriksaan. Sebab, perlu ada audit khusus, sementara pemeriksaan rutin BPK biasanya hanya sekadar memeriksa laporan keuangan yang sesuai standar akuntansi pemerintah.
”Harus ada audit investigatif, di mana auditor akan merinci dan akan menemukan secara detail untuk mengungkap kerugian negara,” ujarnya.
Biasanya, kata Agung, penyidik bisa meminta auditor, dalam hal ini BPK untuk melakukan audit ulang ketika penyidik telah mendapatkan indikasi kerugian negara dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Sebelumnya, Kejari Kotim memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek sirkuit. Saksi yang diperiksa mulai dari pejabat di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kotim, unit layanan pengadaan (ULP), hingga kontraktor dari PT Sampaga Raya Karya Persada.
Korps Adhyaksa tersebut masih fokus pada pemeriksaan saksi untuk mengumpulkan keterangan dalam proyek yang menelan anggaran puluhan miliar itu. Masih banyak saksi yang akan dipanggil, namun dilakukan secara bertahap. (ang/ign)