Kasus korupsi anggaran Desa Bunut, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (26/10). Persidangan digelar secara virtual, baik terhadap tersangka Kepala Desa Bunut, Edi Haryono maupun mantan Kaur Keuangan Dan Perencanaan Desa, Juhriman. Agenda sidang pertama adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
“Yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan dalam mengelola keuangan Desa Bunut baik dana DD, ADD maupun dana SiLPA pada tahun 2019 terdakwa tidak mengelola keuangan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 tahun 2018 dan pasal 29 huruf f Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang menyatakan bahwa Kepala Desa dilarang melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya secara melawan hukum dalam melaksanakan tugas sebagai Kepala Desa,” beber Jaksa Penuntut Umumnya, Novryantino Jati Vahlevi saat membacakan dakwaan Kades.
Kemudian terdakwa tidak melaksanakan sebagian kegiatan yang dianggarkan dalam APBDesa Bunut Tahun Anggaran 2019 akan tetapi telah dilakukan penarikan dari Kas Desa Bunut yang kemudian menimbulkan realisasi penggunaan Dana Desa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang menyatakan Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Serta bertentangan dengan pasal 29 huruf b dan huruf f Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa Kepala Desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan/ atau golongan tertentu dan Kepala Desa dilarang melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/ atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.
Dan bertentangan dengan pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan seluruh perubahannya yang menyatakan bahwa Dana Desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
“Yakni terdakwa selaku Kepala Desa tidak menggunakan kewenangannya untuk menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa dan dalam mengelola keuangan sebagaimana Pasal 26 Ayat (4) huruf g dan huruf i Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa sehingga memperkaya Kaur Keuangan Desa Bunut saksi Juhriman dan terdakwa Edi Haryono yang digunakan untuk keperluan pribadi,” bebernya.
Atas perbuatan tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp.508.789.021 sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit(LHA) Inspektorat Kabupaten Lamandau Nomor : 700/ 80/ LHA/ III/ 2021/ INSP. Dengan rincian Rp.106.222.975,- yang berasal dari DD (Dana Desa), sejumlah Rp.219.607.948 yang berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD) dan berasal dari SiLPA sejumlah Rp.182.958.098.
Sementara itu terdakwa Juhriman juga tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang tidak terpakai selama terdakwa menjabat sebagai Kaur Keuangan di Desa Bunut, secara melawan hukum tidak melaksanakan sebagian kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBDesa Bunut Pada Tahun Anggaran 2019 akan tetapi telah dilakukan penarikan kas bersama Kepala Desanya. Sehingga menimbulkan realisasi penggunaan keuangan desa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Perbuatan para terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (mex/sla)