Kesadaran masyarakat yang tinggi mengenai pentingnya menjaga dan memanfaatkan hutan secara ramah lingkungan dan berkelanjutan, tercermin dari semakin banyaknya desa yang ingin mengimplementasikan program perhutanan sosial di sekitar mereka.
Salah satunya di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, masyarakatnya telah mendapat izin Hutan Desa seluas lebih dari 10 ribu hektare yang dikelola secara mandiri dan belasan ribu hektare lain sedang dalam proses perizinan.
Sebagian besar desa yang berkomitmen untuk mengimplementasikan perhutanan sosial di Kalimantan Tengah merupakan mitra PT Rimba Makmur Utama melalui inisiatif restorasi ekosistem – Katingan Mentaya Project (KMP).
Salah satu desa pemegang Hak Pengelola Hutan Desa (HPHD) dari KLHK adalah Desa Tampelas yang mencapai luas 6.303 hektare. HPHD Tampelas mendapat izin sejak Desember 2019 dengan SK. 10381/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2019. Uniknya banyak warga Desa Tampelas sebelumnya berprofesi sebagai penebang liar.
Program Perhutanan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini menciptakan akses bagi kesejahteraan masyarakat lokal dalam optimalisasi pemanfaatan hutan lestari.
Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Tampelas, Sumber, mengatakan bahwa selama puluhan tahun, warga Tampelas menggantungkan hidupnya dari menebang kayu di hutan.
“Kegiatan yang awalnya tidak bersifat eksploitatif ini kemudian menjadi eksploitatif dan cenderung merusak, karena pohon-pohon yang berusia relatif muda ikut ditebang akibat maraknya kehadiran bansau alias tempat pemotongan kayu di awal tahun 2000,” katanya.
Dengan pengetatan pengawasan dan penindakan oleh pemerintah terhadap illegal logging, akhirnya warga banyak yang beralih menjadi petani dan nelayan tangkap. “Namun kami sering mengalami kesulitan karena cuaca yang tidak menentu,” ujarnya.
Menurutnya tantangan inilah yang menjadi salah satu titik balik timbulnya kesadaran warga akan pentingnya merestorasi dan menjaga kelestarian alam, khususnya ekosistem hutan untuk mendapatkan manfaat ekonomi guna meningkatkan pendapatan.
“Inilah dasar dari komitmen kami di Desa Tampelas untuk melestarikan hutan di sekeliling desa kami melalui program Perhutanan Sosial yang dicetuskan oleh Pemerintah melalui KLHK. Dalam proses perolehan perizinan, kami mendapat dukungan penuh dan fasilitasi dari PT Rimba Makmur Utama,” terangnya.
Desa Tampelas, Telaga dan Mendawai adalah 3 dari 35 desa mitra PT RMU yang ikut serta dalam program pemberdayaan masyarakat yang menjadi agenda penting KMP.
KMP adalah sebuah pendekatan usaha restorasi dan konservasi ekosistem hutan gambut seluas 157,875 hektar di Kalimantan Tengah melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
PT RMU bekerjasama dengan masyarakat serta unsur pemerintah desa di 35 desa di sekitar wilayah konsesi untuk menciptakan mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan bagi masyarakat lokal, meningkatkan perekonomian, melakukan kegiatan edukasi dan peningkatan kapasitas di berbagai bidang, serta mersetorasi dan menjaga kelestarian hutan.
Lebih lanjut Sumber memaparkan bagaimana harapan warga desa ke depannya terhadap hutan desa Tampelas.
“Hutan Desa Tampelas memiliki potensi perekonomian yang tinggi, selama kelestariannya terus terjaga. Kekayaan flora dan faunanya membawa potensi besar untuk pengembangan ekowisata, dengan pengembangan infrastruktur yang memadai,” katanya.
“Rawa gambutnya yang menyimpan kandungan karbon yang tinggi bahkan membuat hutan desa kami berpotensi untuk memasuki pasar karbon dunia. Ini semua adalah cita-cita besar yang bukan mustahil untuk diwujudkan di masa depan, yang akan bisa menggerakkan perekonomian desa kami ,sekaligus memberi kami modal untuk terus menjaga dan memastikan kelestarian hutan,” pungkas Sumber.
General Field Manager PT Rimba Makmur Utama (RMU) Taryono Darusman mengatakan bahwa masyarakat adalah pemeran utama dalam upaya restorasi ekosistem seperti Katingan Mentaya Project (KMP).
“Tanpa kemitraan dengan masyarakat, sangat sulit bagi kami untuk merestorasi dan konservasi hutan. Oleh karena itu, kami mendorong dan mendukung penuh masyarakat di sekeliling area kerja kami untuk melakukan pengelolaan hutan secara lestari melalui program Perhutanan Sosial dari KLHK,” katanya.
Selain meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat akan pentingnya ekosistem hutan, lanjut Taryono, pihaknya bersama para mitra yakni Yayasan Karsa, Jogjakarta dan Yayasan Puteri Indonesia, Bogor, memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan izin resmi dari KLHK untuk mengelola Hutan Desa Tampelas ini.
Saat ini total ada 3 desa di sekeliling wilayah kerja KMP yang telah mengimplementasikan perhutanan desa melalui izin HPHD atas fasilitasi PT RMU dan mitra pendampingnya, yakni Desa Tampelas, Telaga dan Mendawai, dengan total lebih dari 10.000 hektare hutan.
Selain itu, ada 3 desa lain yakni Desa Tewang Kampung, Perigi, dan Tumbang Bulan yang sedang dalam proses perolehan perizinan yang difasilitasi oleh staff PT RMU, dengan total luas hutan sekitar 14.000 hektare.
“Antusiasme warga untuk mengelola kawasan hutan ini sangat menggembirakan, karena menunjukkan semakin tingginya semangat dan kesadaran warga desa untuk mendapatkan manfaat dari hutan dengan cara yang lestari,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa PT RMU sangat siap memfasilitasi desa-desa lain di sekitar wilayah kerja kami untuk mengimplementasikan perhutanan sosial, misalnya dengan membantu pelaksanaan studi banding ke desa yang telah memegang izin pengelolaan, seperti yang baru-baru ini dilakukan dengan Desa Bapinang Hulu di Kabupaten Kotawaringin Timur yang melakukan kunjungan ke Mendawai.
“Kami berharap pengelolaan hutan desa dapat berdampak positif bagi masyarakat dan bagi alam. Hutan yang lestari membawa potensi ekonomi yang bisa meningkatkan kehidupan warga tanpa kegiatan eksploitatif yang merusak, dan tentunya diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengurangan pemanasan bumi yang semakin parah,” katanya.
Pihaknya sangat mengapresiasi masyarakat yang telah bersedia menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi laju pemanasan bumi dan perubahan iklim melalui perhutanan sosial, dan tentunya kepada KLHK yang telah memungkinkan masyarakat desa untuk mengimplementasikan program ini. (*/sla)