SAMPIT – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan, anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditawarkan, lebih banyak diikuti masyarakat yang sakit dibandingkan yang sehat. Hal ini menyebabkan sirkulasi keuangan BPJS Kesehatan tidak berimbang.
”Orang-orang yang sehat kebanyakan menunda mendaftar menjadi anggota JKN BPJS Kesehatan karena mereka merasa belum membutuhkan, sementara orang-orang sakit, apalagi penderita penyakit berat seperti stroke, diabetes, liver, dan lainnya, masuk semua. Hal ini membuat pendapatan dan pembiayaan kita tidak seimbang,” kata Kepala BPJS Kesehatan Kotim Atulyadi, pekan lalu.
Menurutnya, keuangan BPJS Kesehatan tersebut akan seimbang jika orang-orang sehat keseluruhannya mendaftar dan menjadi anggota JKN. Bahkan, jika semua masyarakat Indonesia, baik yang sehat atau sakit menjadi anggota, iuran untuk pelayanan kesehatan bisa saja turun.
Saat ini, lanjutnya, anggota BPJS Kesehatan berkisar 68 persen dari keseluruhan penduduk provinsi Kalteng. Sebanyak 32 persen sisanya belum menjadi anggota BPJS Kesehatan. Bahkan, ada pula warga yang menjadi anggota, tetapi berhenti membayar iuran dan menunggak.
”Peraturan presiden yang terbaru itu, bagi yang menunggak pembayaran iuran, meski hanya satu bulan, sudah nonaktif kartunya. Kartu nonaktif tidak akan bisa dipakai jika pemilik sakit dan membutuhkan,” jelasnya.
Jika pemilik kartu ingin kembali mengaktifkannnya, mereka harus membayar tunggakan selama waktu mereka tidak membayar iuran, barulah kartunya bisa kembali aktif. Lalu, jika sakit dalam kurun waktu 45 hari setelah membayar dan harus dirawat inap, mereka akan didenda 2,5 persen dari total pembayaran. Tapi, jika sakit diluar periode itu setelah membayar, tak kena denda.
”Hitungan dendanya jumlah bulan iuran menunggak, anggaplah 5 bulan, dikali iuran kelas JKN yang diambil, baru dikali 2,5 persen. Hasilnya dikali total biaya rawat inapnya. Memang cukup besar hasilnya, tapi ini bukan peraturan yang di buat BPJS. Ini adalah peraturan presiden,” tegasnya.
Peraturan ini, lanjutnya, diberlakukan agar masyarakat tidak lagi menunggak pembayaran iuran. Sebab, mengacu peraturan pemerintah terdahulu, untuk peserta mandiri, jika menunggak 6 bulan dan pelayanan masih jalan, bulan ketujuh baru nonaktfif kartunya. Sementara untuk perusahaan, 3 bulan menunggak masih dilayani. Tetapi, peraturan ini disalahgunakan masyarakat dan perusahaan dengan sengaja menunggak pembayaran.
”Karena itu, supaya tidak kena denda, bayarlah iuran secara rutin. Tujuannya hanya agar tidak ada lagi masyarakat atau perusahaan yang memanfaatkan celah, seperti yang terjadi oleh peraturan terdahulu,” pungkasnya. (sei/ign)