SAMPIT – Lebaran telah berlalu. Tapi, ada satu tradisi lagi yang biasanya tak dilewatkan masyarakat, yakni Lebaran ketupat. Tradiri itu biasanya dilaksakan hari ke-8 setelah Hari Raya Idul Fitri atau setelah selesai melaksanakan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Kebanyakan yang merayakannya warga pendatang.

”Meski di Sampit, kami tetap merayakan. Mengingat tradisi di kampung halaman dengan makan ketupat bersama keluarga,” ungkap Jono, warga yang melaksanakan tradisi Lebaran ketupat, Jumat (30/6).

Adanya tradisi ini menimbulkan berkah tersendiri bagi pedagang bungkus ketupat. Bungkus ketupat yang terbuat dari anyaman daun muda kelapa atau daun nipah, laris manis diburu.

”Lebih praktis beli, harganya tidak seberapa. Kalau bikin sendiri perlu keterampilan nan telaten,” kata Marni, pembeli ketupat lainnya.

Ketupat dengan daun kelapa menjadi yang paling laris di pasaran tradisional. Pasalnya, selain warnanya menarik, ketupat yang  dibungkus daun kelapa muda ini juga dinilai lebih harum.  

Para penjual bungkus ketupat ini banyak ditemukan di pasar tradisional di Sampit. Salah satunya di Pasar Mangkikit Jalan MT Haryono. Harganya variatif, mulai Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per ikat berisi 10 bungkus ketupat.

”Alhamdulillah, penjualan semenjak sebelum Lebaran terus ramai. Bisa dua kali lipat dari biasanya. Per hari saya bisa membawa pulang Rp 400 ribu dari penjualan bungkus ketupat,” kata Kaila, penjual bungkus ketupat di Pasar Mangkikit.

Selain bungkus ketupat yang jadi, pedagang juga menjual daun kelapa atau biasa disebut janur sebagai bahan bakunya. Sepuluh lembar daun muda kelapa dihargai Rp 7.000. (oes/ign)