KUMAI - Konflik antar nelayan tradisional dengan nelayan pengguna alat tangkap trawl kembali lagi terjadi terjadi. Kali ini nelayan Desa Teluk Bogam memaksa tiga kapal nelayan dari Desa tetangganya Desa Sungai Bakau merapat ke Pantai Teluk Bogam, Minggu (29/4) sore.
Dalam aksi tanpa kekerasan tersebut, kapal ditahan hingga lebih dari 24 jam. Nelayan tradisional tidak terima nelayan tetangga menggunakan alat tangkap trawl saat mencari ikan di perairan, sekitar 9 kilometer dari Pantai Teluk Bogam. Pasalnya aktivitas nelayan trawl telah menghilangkan sebagian jaring nelayan Teluk Bogam untuk menangkap rajungan dan kepiting.
Kades Sungai Bakau, Akhmad Yani menuturkan, tiga alat tangkap trawl milik nelayan Desa Sungai Bakau tersebut telah tertuang dalam berita acara disaksikan kedua Desa dan aparat kepolisian, dan dilanjutkan dengan pemusnahan. Selain itu, untuk tiga kapal nelayan Desa Sungai Bakau yang ditahan telah dibebaskan setelah adanya mediasi.
”Benar dari desa kami yang alat tangkapnya dibakar, tetapi dari desa lain seperti Desa Kubu juga masih ada yang menggunakan alat tangkap itu,” ujar Akhmad Yani, Selasa (1/5) kepada Radar Pangkalan Bun.
Yani berharap, ada solusi dari instansi terkait dengan adanya penggantian menggunakan alat tangkap tradisional agar ke depan tidak terjadi kembali konflik yang sama. Sehingga semua nelayan dapat mencari ikan dengan tenang tanpa ada perselisihan.
”Nelayan inginnya kalau itu dilarang dan mau ditegakkan jangan setengah-setengah,” tegasnya.
Sementara itu, Kades Teluk Bogam Syahrian mengatakan bahwa konflik terkait dengan penggunaan alat tangkap trawl ini bukan lah hal baru di wilayahnya. Pada tahun 2017 lalu telah terjadi konflik yang sama sebanyak dua kali. Nelayan pengguna trawl mengakui bersalah dan telah berjanji tidak menggunakan alat tangkap trawl kembali.
”Sebenarnya ada satu warga desa juga yang menggunakan trawl dan dengan menggunakan kapal bantuan dari Kementerian Kelautan pula,”tandasnya. (jok/gus)