SAMPIT – Badan Pengelola Pendapatan Derah (Bappenda) Kotawaringin Timur mulai menerapkan peta blok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2). Hal ini dilakukan karena banyaknya permasalahan yang berujung tidak maksimalnya pendapatan pajak.
Kepala Bappenda Kotim Marjuki mengatakan, sejak diserahkan ke daerah, pengelolaan PBB-P2 di Kotim masih dihadapkan berbagai persoalan. Di antaranya tata kelola pemungutan PBB-P2, rasionalisasi penetapan nilai jual objek pajak (NJOP), serta basis data wajib pajak yang belum akurat.
”Peta blok sangat diperlukan dalam pelayanan. Terutama di wilayah yang tingkat perubahan data subjek atau objek pajaknya sangat tinggi seperti di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang,” jelas Marjuki.
Perubahan data disebabkan adanya jual-beli, pembangunan baru atau renovasi bangunan yang sudah ada. Diharapkan dengan adanya peta blok, perbaikan data akan semakin mudah. Dengan demikian, tercapai keadilan dalam penetapan PBB P2. Selain itu, juga ada integrasi antara data wajib pajak dan data peta PBB P2.
Kotim memiliki potensi PBB P2 sebesar Rp 10, 2 miliar lebih, dengan jumlah SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang) sebanyak 100.704 yang tersebar di 17 kecamatan di kabupaten itu. Sedangkan yang ditargetkan hanya Rp 7,5 miliar. Hingga saat ini, pendatapan dari PBB P2 Kotim baru terealisasi 31 persen dari target.
”Harapan kami lebih maksimal, jadi bisa melampaui target. Semua pihak harus dukung ini,” ucapnya.
Bappenda Kotim pun menggandeng pusat studi ekonomi dan kebijakan publik Universitas Gajah Mada dalam pemutakhiran data objek pajak itu. Tahap awal, Bappenda melakukan sosialisasi pemutakhiran data PBB P2 di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Pemutakhiran diikuti Ketua RT dan RW dari empat kelurahan, yakni Kelurahan MB Hulu, Kelurahan MB Hilir, Kelurahan Ketapang, dan Kelurahan Sawahan.
Jumlah objek dan potensi PBB-P2 terbesar ada di kawasan dalam kota, yakni Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Baamang. Dua kecamatan ini mencakup 80 persen dari objek PBB-P2 yang ada di kabupaten ini. Sedangkan di Kecamatan MB Ketapang sendiri, ada 25.663 SPPT yang disebar atau senilai Rp 5,1 miliar lebih.
Menurut Marjuki, besarnya potensi pemasukan dari PBB-P2 tak akan bisa dioptimalkan jika tidak dikelola dengan baik. Khususnya dalam hal keakuratan data objek pajak. Sejumlah pihak seperti seperti camat, lurah, kepala desa dan ketua RT diharapkan membantu memberikan informasi terkait kepemilikan, penguasaan atau pemanfaatan objek PBB-P2 oleh masyarakat.
Sejak awal April lalu, Bappenda Kotim mulai mendistribusikan 100.704 surat pemberitahun pajak terhutang atau SPPT kepada masyarakat. Untuk SPPT PBB-P2 yang nilainya maksimal Rp 500 ribu diserahkan melalui ketua RT, RW dan kepala desa. Sedangkan yang nilainya lebih dari Rp 500 ribu langsung ditangani Bappenda.
Marjuki mengatakan, pihaknya terus memperbaiki sistem dan pelayanan agar pengelolaan PBB-P2 menjadi lebih baik, lebih cepat dan lebih tepat. Peningkatan pelayanan dilakukan dengan memberi kemudahan serta kepastian dalam setiap permohonan layanan.
”Bappenda terus memperbaiki sistem. Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih dan ganda. Makanya pemetaan PBB P2 ini dilakukan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, sejak Maret 2014 lalu pengelolaan PBB P2 di Kotim dikelola oleh Bappenda. Sebelumnya pengelolaan PBB P2 dikelola oleh pemerintah pusat melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sampit. (oes/ign)