SAMPIT – Penolakan DPRD Kotim terkait usulan RSUD dr Murjani Sampit mengenai pengenaan biaya terhadap keluarga pasien yang menunggu lebih dari satu orang, banjir apresiasi. Kesepakatan itu menjadi angin segar bagi keluarga pasien yang rumahnya jauh dari Kota Sampit.
Anggota Komisi III DPRD Kotim Sarjono mengatakan, pasien yang berasal dari luar kota biasanya membawa keluarga lebih dari satu orang. Mereka ikut tidur rumah sakit selama keluarganya dirawat. Apabila penunggu dikenakan biaya 20 persen dari biaya rawat inap, akan memberatkan keluarga pasien.
”Sulit diceritakan kalau warga yang hidupnya miskin. Jangankan bayar tarif ruangan, untuk makan selama menjaga keluarganya saja kesulitan. Jadi, jangan dibebani dengan tarif ruangan,” katanya, Jumat (19/10).
Kebijakan itu, lanjutnya, tak akan berpengaruh bagi warga di wilayah perkotaan. Mereka bisa pulang ke rumah masing-masing dan hanya menyisakan seorang penjaga pasien.
”Tapi, yang jadi masalah itu, mereka yang dari pelosok. Apakah kita tega melihat mereka dengan kondisi serba terbatas itu harus dibebani biaya inap sebesar 20 persen,” katanya.
Sarjono menegaskan, rumah sakit bukan lembaga yang berorientasi pada profit. Rumah sakit milik daerah dalam operasionalnya melakukan misi kemanusiaan. Itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29 ayat (1) huruf f. Isinya, setiap rumah sakit mempunyai kewajiban melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin.
Sarjono juga menyoroti fungsi Dewan Pengawas RSUD dr Murjani Sampit. Seharusnya sebelum usulan itu sampai ke DPRD Kotim, harus ada seleksi di tingkat dewan pengawas. ”Terkait hal itu, apakah fungsi dewan pengawas berjalan atau tidak?” katanya.
Sarjono menuturkan, dewan pengawas sejatinya adalah orang yang dipercaya mengawasi pelaksanaan operasional RSUD. Dewan pengawas bisa juga sebagai kepanjangan tangan pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Kotim dan juga mewakili masyarakat.
”Agar rumah sakit itu melaksanakan layanan yang paripurna, fungsi dewan pengawas yang terdiri dari unsur aktivis, akademisi, dan birokrat itu harus melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal,” pungkasnya. (ang/ign)