SAMPIT- Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) Kotawaringin Timur mengungkapkan kesadaran pengusaha sarang burung walet untuk bayar pajak masih rendah. Terbukti dari minimnya pengusaha walet yang membayar pajak.
Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kotim Marjuki mengatakan, pajak walet diatur dalam Peraturan daerah (Perda) No 5 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah. Pajak sarang burung walet hanya 5 persen dari harga jual. Padahal sebelumnya 10 persen dari penjualan.
Pihaknya masih fokus dalam pendataan gedung-gedung walet yang ada di Kotim. Setiap waktu gedung walet terus bertambah, namun tidak dibarengi dengan pendapatan daerah. Contoh bangunan terbaru adalah di bangunan walet di Perumahan Karisma Indah, Jalan Antang Barat. Bahkan pemilik bangunan tidak meminta izin warga sekitar.
”Saat ini yang terdaftar 600 gedung dan saat ini masih terus didata,” ujarnya, Kamis (28/2).
Marjuki mengaku kesulitan memaksimalkan pendapatan terhadap usaha tersebut, karena sejumlah gedung yang kita data dan datangi rata-rata pemilik mengaku masih gedung baru bahkan hasilnya cukup minim. Di samping itu sejumlah gedung walet juga akan dikenakan pajak PBB P2 sehingga ke depan pemilik walet akan kita bayar dua jenis pajak.
Sementara itu, untuk target pendapatan pajak dari sarang burung walet tahun ini Rp 300 juta, sedangkan tahun 2018 lalu ditarget Rp 250 juta dengan realisasi sebesar Rp 351.582.180.
Pajak walet memang potensial untuk mendongkrak pendapatan daerah. Untuk mempermudah pembayaran wajib pajak di Kotim, pemkab akan bekerjasama dengan perbankan untuk transaksi mobile sehingga wajib pajak tidak lagi harus datang ke Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kotim.
”Saat ini kita kerjasama dengan asosiasi walet untuk membantu pendapatan semoga kesadaran pengusaha walet semakin tinggi untuk membantu daerah,” katanya. (hen/yit)