NANGA BULIK – Harga sejumlah kebutuhan pokok mulai merangkak naik di bulan Ramadan ini. Bahkan beberapa diantaranya mengalami kenaikan harga di luar batas kewajaran. Salah satunya elpiji ukuran tiga kilogram
“Hasil penelusuran, pasokan elpiji bersubsidi atau tabung tiga kilogram saat ini sudah lancar. Pasokan rutin datang setiap lima hari sekali. Tapi di lapangan, warga masih mengeluhkan mahalnya harga elpiji bersubsidi ini,” kata Wabup Lamandau, Riko Porwanto, Kamis (9/5)
Dari laporan yang masuk, lanjutnya, harga elpiji tabung melon tersebut dijual secara ecer di warung-warung dengan harga paling murah Rp 50 ribu per tabung, bahkan di pedalaman bisa tembus Rp 60 ribu per tabung. Sementara di pangkalan, elpiji bersubsidi tersebut dijual dengan kisaran harga Rp 30 - 35 ribu per tabung
Wabup menegaskan bahwa sesuai ketentuan titik bagi terakhir elpiji tabung bersubsidi adalah di pangkalan. Sehingga semestinya tidak boleh dijual di warung - warung yang bukan pangkalan elpiji. Karena sebagai barang bersubsidi, maka ada aturan khusus yang mengaturnya mulai dari alur distribusi sampai dengan siapa yang berhak menerima atau membeli.
“PNS tidak boleh pakai elpiji bersubsidi. Kalau ada PNS yang beli jangan dilayani,” pesannya.
Wabup mengungkapkan bahwa pangkalan menerima harga dari agen sebesar Rp 12.750 per tabung. Dan harga jualnya adalah harga modal ditambah biaya angkut dan keuntungan pangkalan, yang menurut Wabup mestinya bisa kurang dari Rp 25 ribu per tabung.
Namun menurut keterangan salah satu pangkalan di Desa Purwareja, Kecamatan Sematu Jaya, harga yang diterima dari agen sebesar Rp 19 ribu per tabung (mencakup biaya angkut). Dan ia menjualnya kepada warga dengan harga Rp 30 ribu per tabung.
“Mestinya tidak boleh lagi ada warung yang menjual eceran selain pangkalan. Agar masyarakat miskin yang sesuai ketentuan berhak menggunakan gas bersubsidi tersebut tidak tercekik dengan harga pasaran yang melambung hampir 200 persen,” tegasnya.
Karena maksud pemerintah memberikan elpiji bersubsidi ini adalah untuk membantu masyarakat miskin. Sehingga penyalurannya perlu diawasi dengan ketat agar tepat sasaran.
“Setelah ini pemerintah akan menggelar rapat dengan agen dan pangkalan. Untuk mengatasi permasalahan penyaluran elpiji bersubsidi di masyarakat, jika memang ada pelanggaran yang terjadi kita harap ada tindakan tegas dari aparat,” katanya.
Sementara itu, Amat, salah seorang warga Nanga Bulik, mengaku bahwa selama ini warga cukup kesulitan untuk mendapatkan elpiji 3 kilogram dengan harga normal. Warung-warung biasa menjualnya dengan harga Rp 55 ribu per tabung .
“Kalau datang ke pangkalan kita sering ditolak, alasannya selalu habis. Mungkin mereka lebih mengutamakan jual ke pedagang karena untung besar,” ungkapnya. (mex/sla)