SAMPIT – Kebijakan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) membawa implikasi dan perubahan dalam dunia pendidikan. Salah satunya menghapus paradigma lama terkait sekolah unggulan atau favorit. Meski jadi keluhan sebagian masyarakat, pemerintah tetap melaksanakan kebijakan tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kotim Suparmadi meminta masyarakat tak khawatir dengan aturan zonasi dalam PPDB. Sistem zonasi bertujuan mempercepat pemerataan layanan dan kualitas pendidikan di Kabupaten Kotawaringin Timur.
”Adanya aturan ini tujuannya baik, agar terjadi pemerataan pendidikan di seluruh sekolah dan tidak ada lagi istilah sekolah unggulan maupun favorit,” kata Suparmadi, baru-baru ini.
Suparmadi ingin mengubah paradigma masyarakat melekat secara turun temurun. Sebagian besar masyarakat beranggapan ada sekolah tertentu yang disebut sebagai sekolah unggulan atau favorit.
Menurutnya, semua sekolah sama. Tujuannya untuk menjadikan anak didik murid/siswa yang cerdas dan berpendidikan tinggi. Hal itu dapat dicapai melalui kerja keras anak murid dan kegigihannya dalam belajar, bukan ditentukan asal sekolahnya.
”Sekolah yang disebut sekolah unggulan atau favorit tidak menjamin anak cerdas dan sukses melanjutkan masa depannya. Di manapun anak itu bersekolah, pasti bisa menjadikannya cerdas asalkan ada kemauan untuk belajar dengan tekun. Jadi, semua tergantung orangnya karena gurunya pun tingkat pendidikannya sama,” ujarnya.
Menurutnya, mengubah paradigma masyarakat memang tidak mudah. Namun, dia akan berusaha memaksimalkan agar aturan tersebut dapat diterapkan, sehingga bisa melahirkan anak-anak yang cerdas di berbagai sekolah.
”Kami berharap agar pemerataan mutu pendidikan bisa menyebar di berbagai sekolah dan tidak hanya terpusat pada suatu sekolah saja. Itu sudah mulai bisa dibuktikan dengan banyaknya sekolah yang sudah melahirkan anak-anak yang cerdas meskipun dia bukan dari sekolah yang sering disebut sekolah unggulan,” ujarnya.
Kepala Seksi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter SMP Dinas Pendidikan Kotim I Gede Sukadana menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan sekolah yang dianggap tidak favorit. Semua sekolah memiliki peluang yang sama untuk menunjukkan prestasinya.
”Paradigma masyarakat harus diubah. Jangan menganggap bahwa SMP 1 dan SMP 2 itu SMP favorit. Selama ini mereka yang punya kemampuan lebih, condong masuk ke SMP 1 dan SMP 2. Jadi, dengan adanya sistem zonasi, diharapkan tidak ada lagi istilah yang namanya sekolah favorit,” ujarnya.
Dia mengharapkan sistem zonasi bisa mencetak prestasi pelajar di sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumahnya. ”Sekolah itu tujuannya untuk mencerdaskan anak. Jadi, sekolah yang berada dekat dengan rumah calon murid, berhak mendapatkan pendidikan yang bagus,” katanya.
Dengan sistem zonasi, lanjutnya, semua sekolah bisa mendapatkan ruang untuk mendapatkan siswa yang bagus. Namun, yang menjadi masalah, ketika ada beberapa sekolah yang siswanya tidak bisa memberikan andil untuk sekolah, sehingga meningkatkannya pun akan sulit.
“Maka, melalui sistem zonasi ini, seluruh lembaga pendidikan mempunyai peluang yang sama untuk mencetak prestasi, karena siswanya juga siswa yang berprestasi. Harapannya, seluruh satuan pendidikan bisa bersinergi membangun sekolahnya menjadi lebih baik,” ujarnya.
Banyaknya masyarakat yang rela mengurus pindah domisili KTP agar bisa lebih dekat dengan sekolah yang diinginkan sesuai ketentuan aturan zonasi PPDB, lanjutnya, tidak akan membawa pengaruh.
”Kalau ada yang mengurus pindah domisili baru beberapa bulan saja, sudah pasti panitia PPDB tidak akan menerima. Pasalnya, aturan pindah domisili itu baru akan diterima ketika dia sudah melakukan pindah minimal dalam jangka waktu enam bulan sebelum PPDB berlangsung,” jelasnya.
Meski demikian, anak yang bersangkutan kemungkinan dapat diterima asalkan dia memiliki prestasi yang bagus. ”Ada dua kemungkinan anak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, yakni karena pindah domisili sebesar lima persen dan jalur prestasi lima persen. Sisanya, 90 persen ditentukan melalui kelulusan tes PPDB berdasarkan zonasi,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah orang tua murid ramai-ramai mengurus perpindahan domisili ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kotim. Mereka berharap anaknya bisa diterima di sekolah yang diinginkan.
Eva, misalnya, yang berniat menyekolahkan anaknya ke SMP Negeri yang dikenal favorit di Sampit. Dia mengurus administrasi kependudukan untuk pindah domisili kecamatan agar anaknya bisa semakin dekat dengan sekolah tersebut.
”Aturan zonasi ini sebenarnya cukup memberatkan kami sebagai orang tua, tetapi mau bagaimana lagi. Tak ada orang tua yang mau menyekolahkan anak di sekolah yang sembarangan dan anak saya pun memang ingin sekolah di sana,” ujarnya.
Kepala Seksi Identitas Kependudukan Disdukcapil Kotim Agus Priadani mengatakan, dalam dua minggu terakhir, pelayanan pengurusan permohonan pindah domisili dalam kota mengalami peningkatan.
”Kami banyak menerima informasi dari masyarakat yang melakukan pengurusan permohonan pindah domisili KTP antarkecamatan dengan alasan mengikuti aturan zonasi dalam PPDB. Banyak orang tua yang mengeluhkan dan khawatir anaknya tidak bisa masuk di sekolah yang diinginkan dengan alasan tak memenuhi syarat zonasi yang ditentukan,” kata Agus. (hgn/ign)