Pemahaman peserta JKN terhadap program rujukan berjenjang masih minim. Masyarakat beranggapan puskesmas tak menjamin mutu pelayanan selayaknya rumah sakit. Padahal, tak semua penyakit harus dibawa ke rumah sakit.
HENY PUSNITA, Sampit
Era JKN membuat fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas, dokter keluarga, dan klinik) selalu dipadati pasien. Orang tak lagi takut ke rumah sakit, meski tak punya duit.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, terdapat 121.865 kunjungan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTL) yang tersebar di Kabupaten Kotawaringin Timur selama tahun 2018. Sementara di RSUD dr Murjani Sampit, terdapat 29.422 kunjungan dengan rincian 25.538 rawat jalan dan 3.884 rawat inap.
Persoalan yang sering kali muncul di lapangan adalah banyaknya pasien yang ingin langsung dirujuk ke rumah sakit. Padahal penyakitnya tidak parah dan masih bisa ditangani puskesmas.
”Sering kami temui masyarakat yang tidak paham. Inginnya selalu minta dirujuk di RSUD dr Murjani,” ucap Kepala Puskesmas Ketapang 1 Elmi Mulyani saat ditemui Radar Sampit baru baru ini.
Jika pasien tetap ngotot ke rumah sakit, sementara surat rujukan tidak bisa diterbitkan, maka pasien tidak akan dilayani di rumah sakit sebagai peserta JKN, tapi sebagai pasien umum.
Petugas Puskemas Ketapang 1 sering memberi penjelasan kepada pasien bahwa rujukan bisa diberikan jika pasien didiagnosa penyakit di luar dari ketentuan 144 penyakit yang bisa ditangani puskemas. Penjelasan disampaikan bukan hanya untuk satu atau dua pasien, tapi banyak pasien. Dan petugas puskesmas tak boleh bosan, meski kunjungan pasien JKN di Puskesmas Ketapang 1 berkisar 2.000 orang per bulan. Sebanyak 700 orang berkunjung dalam keadaaan sehat dan 1.300 dalam keadaan sakit. Yang sakit pun tidak serta merta dirujuk ke rumah sakit.
Selain memahamkan rujukan berjenjang kepada masyarakat, Puskesmas Ketapang 1 juga melaksanakan kegiatan promotif dan preventif melalui program prolanis. Anggota prolanis berjumlah 74 orang ini diedukasi tentang pola hidup sehat dan aktif senam sehat setiap pekan.
“Kami punya grup senam prolanis bernama Barigas Bereng Itah. Tujuannya agar anggota pronis dapat terus terpantau kesehatannya dan setiap bulan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan seperti mengecek gula darah dan tekanan darah,” ujarnya.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kotim Ali mengatakan puskesmas merupakan ujung tombak suksesnya sistem rujukan berjenjang.
“Pada prinsipnya jaminan kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila semua kasus dapat ditangani di FKTP seperti puskesmas, klinik atau dokter primer. Puskesmas bisa dikatakan sebagai penjaga gawang. Tugasnya bukan hanya menangani pasien sakit, tapi bagaimana caranya agar masyarakat jangan sampai mengalami sakit,” kata Ali.
Sayangnya, sebagian besar orang baru menyadari munculnya penyakit ketika kondisinya sudah parah. Pada kasus seperti ini, harus dirujuk ke rumah sakit.
”Tetapi, kalau puskesmas bisa maksimal melayani peserta JKN, angka rujukan ke rumah sakit akan menurun,” kata Ali.
Untuk mewujudkan itu memang tidak mudah, perlu peran serta pemangku kepentingan agar program rujukan berjenjang dapat berjalan optimal. Pemkab Kotawaringin Timur pun berupaya memperkuat pelayanan di puskesmas dari segi mutu pelayanan, akses, sarana prasarana, kompetensi tenaga medis, ketersediaan tenaga medis, serta alat penunjang kesehatan.
Upaya peningkatan mutu pelayanan puskesmas dilakukan dengan mengusulkan penilaian akreditasi. Penilaian bukan hanya dari kelengkapan, tetapi juga implementasi aturan main, yakni Permenkes 75 Tahun 2014 dan Permenkes 44 Tahun 2016. Taat atau tidaknya terhadap aturan, bisa dilihat dari akreditasi. Kalau puskesmas sudah menjalankan aturan tata kelola sesuai aturan main, penilaian akreditasinya bisa paripurna atau minimal utama.
Program promotif dan preventif pun digencarkan di puskesmas. Sasarannya tidak hanya masyarakat yang sakit, tetapi juga orang yang sehat.
”Bagaimana caranya agar masyarakat bisa tetap sehat dan mencegah terjadinya penyakit. Fungsi ini yang harus diterapkan dan diprioritaskan,” ujar Ali.
Jika kegiatan promotif dan preventif bisa jalan, Ali meyakini banyak pasien tidak harus sampai ke rumah sakit. Apalagi ada 21 puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan sehingga membuat masyarakat mudah mengakses pelayanan kesehatan.
Semakin sedikit peserta JKN yang sakit, maka puskesmas memperoleh benefit lebih besar. Sebab, sistem pembayaran untuk puskesmas bukan berdasarkan jumlah kunjungan pasien, tapi jumlah peserta JKN yang dibina puskesmas.
Misalnya di Puskesmas Ketapang II pada tahun ini mendapatkan dana kapitasi sekitar Rp 1,5 miliar. Dana ini diperoleh dari hitungan 22 ribu peserta JKN kali Rp 6.000 kali 12 bulan. Semakin banyak warga yang sehat, anggaran untuk pengobatan juga bisa ditekan.
Kegiatan promotif dan preventif juga dilaksanakan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (Pispeka) yang sejalan dengan visi dan misi BPJS Kesehatan. Puskesmas memiliki tugas pendataan status kesehatan penduduk di wilayah cakupannya. Setiap orang didatangi satu per satu dan dicek kesehatannya. Setelah pendataan, diketahui mana saja warga yang sakit atau pola hidupnya kurang sehat.
”Sebagai tindak lanjutnya peserta JKN melakukan kontrol kesehatan secara rutin,” ujarnya.
Komitmen pelayanan terhadap pasien JKN juga dilakukan RSUD dr Murjani Sampit. Di antaranya dengan pembangunan gedung rumah sakit senilai Rp 150 miliar, penambahan 10 dokter spesialis, bimbingan teknologi untuk semua tenaga medis, dan perbaikan sistem layanan rujukan berjenjang secara online.
“Poin-poin ini sudah kami laksanakan dan semua ini sudah dibuktikan melalui rekomendasi review yang dikeluarkan Kemenkes,” kata Kepala Seksi Pelayanan Medik RSUD dr Murjani Sampit Yulia Nofiany. (yit)