PANGKALAN BUN - Tim Yustisi Pajak Daerah Kotawaringin Barat (Kobar) kembali melakukan pemasangan spanduk peringatan tunggakan pajak daerah di sejumlah rumah budidaya sarang burung walet di Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin, Rabu (27/11).
Kali ini tim yustisi yang terdiri dari DPKAD Kobar, Satpol PP dan Damkar, serta pihak kelurahan menyasar gedung - gedung walet di Kelurahan Baru. Namun pemasangan spanduk tersebut rencananya akan berlanjut di sejumlah kelurahan lain di Kecamatan Arut Selatan.
Menurut Kasi Ops Satpol PP dan Damkar Kobar, Gusti M. Rois berdasarkan data yang ada di Kecamatan Arut Selatan sebanyak 25 pengusaha sarang burung walet belum membayar pajak daerah. Tunggakan pajak pengusaha walet ini rata - rata telah berlangsung satu tahun bahkan ada yang lebih. Padahal kewajiban pajak tersebut harus dibayarkan oleh pengusaha setiap panen dilakukan.
“Rata - rata dalam satu bulan ada dua kali panen yang dilakukan, sementara pengusaha ini tunggakan pajak daerahnya ada yang hingga satu tahun,” ungkapnya.
Untuk Kelurahan Baru terdapat lima bangunan budidaya sarang burung walet yang tertunggak pajaknya, kemudian dua bangunan di Kelurahan Madurejo, dua lagi di Kelurahan Sidorejo, ada enam bangunan di Kelurahan Raja, kemudian ada dua bangunan di Kelurahan Mendawai, lima bangunan di Kelurahan Raja Seberang, dua bangunan juga terdapat di Desa Kumpai Batu Bawah (KBB), serta dua bangunan lainnya di Desa Tanjung Terantang.
Berdasarkan pantauan di lapangan rata - rata pengusaha walet yang menunggak pajak daerah merupakan investor yang berasal luar Kabupaten Kobar dan berdomisili di Pulau Jawa, namun ada juga yang milik warga Kotawaringin Barat, salah satunya seperti milik Eddi Jaka Disk.
Menurut Rois setelah dilakukan pelunasan pembayaran tunggakan pajak walet tersebut, spanduk yang dipasang akan dicabut kembali. “Sebenarnya ada sanksi bagi penunggak pajak tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 31 Perda Kobar Nomor 15 Tahun 2018 tentang pajak sarang burung walet,” ungkapnya.
Untuk diketahui berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, penarikan pajak kepada pelaku usaha burung walet tidak bisa dilakukan dengan maksimal lantaran tim yustisi tidak bisa memantau secara langsung berapa jumlah panen yang dihasilkan dari setiap budidaya sarang walet tersebut.
Sehingga diduga ada manipulasi jumlah hasil panen dengan pajak yang dibayarkan, selain itu berdasarkan informasi dari tim yustisi, pembayaran pajak dilakukan oleh pengusaha walet secara kolektif bukan pergedung. Misalnya pengusaha A memiliki 3 bangunan walet, ternyata mereka membayar pajaknya atas kepemilikan satu orang bukan berdasarkan tiga gedung budidaya tersebut.(tyo/sla)