PALANGKA RAYA – Puluhan sopir taksi daring di Kota Palangka Raya dari Aliansi Driver Online mendatangi DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) melakukan aksi damai terkait protes terhadap sejumlah aturan yang dikeluarkan kementerian dan Pemprov Kalteng. Regulasi tersebut dinilai memberatkan dan mengancam periuk nasi (penghasilan, Red) mereka.
Aturan tersebut, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus (ASK) dan Peraturan Gubernur (Pergub) Kalteng Nomor 40 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus.
”Dalam aturan itu, mengharuskan driver online masuk dalam koperasi. Jadi, sistem ini seperti memonopoli kami, pengemudi online karena mengharuskan masuk koperasi yang ditentukan,” kata Deni, salah seorang perwakilan aksi, Selasa (3/3).
Permenhub 118 dan Pergub Nomor 40 Tahun 2019 tersebut, membuat aturan kepada sopir taksi online harus terdaftar dalam perusahaan atau koperasi. Hal tersebut dikhawatirkan akan dimanfaatkan koperasi untuk memaksa sopir taksi online bergabung dan menarik iuran pokok dan wajib.
”Jika itu diberlakukan, maka secara langsung berdampak pada penghasilan dan pendapatan driver online. Aturan itu mengancam. Jika tidak bergabung ke dalam koperasi, akan memberhentikan sopir taksi yang lebih dulu bekerja melalui aplikasi sebelum peraturan ini terbit,” ucapnya.
Menurutnya, peraturan yang mengharuskan sopir taksi online bergabung di koperasi atau perusahaan, akan menambah beban. Sebab, dalam aturan tersebut, pemerintah menerapkan tarif administrasi dalam pengurusan izin.
Padahal, hadirnya aplikator memberikan angin segar, khususnya bagi masyarakat yang ingin menjadi mitra aplikator untuk dapat mendapatkan penghasilan. Dengan demikian, banyak masyarakat yang bergabung menjadi mitra Gojek, Grab, Maxim, dan lain sebagainya. Bahkan, saat ini di Palangka Raya tercatat ada sekitar 1.500 sopir taksi online.
”Hadirnya Permenhub 118 ditambah Pergub 40 itu, membuat gejolak. Peraturan ini dibuat berdasarkan pola lama yang dipaksakan tanpa kajian terhadap penghasilan sopir taksi online,” katanya.
Seharusnya, ucap dia, pemerintah bisa merangkul para pengemudi online ini dengan membina dan membimbing untuk mencapai kesejahteraan. Bukan malah membuat aturan yang justru merugikan.
”Melihat ketidakadilan itu, kami tentunya meminta pemerintah meninjau lagi dan tidak menerapkan di Kalteng,” pungkasnya. (sho/ign)