SAMPIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) bakal menerapkan sanksi adat pada masyarakat yang tidak mematuhi imbauan pemerintah untuk berdiam diri di rumah dan berkumpul. Kebijakan tersebut dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
”Saya sudah berunding dan akan menerapkan hukum adat bagi masyarakat yang melanggar larangan pemerintah terkait Covid-19," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kotim Halikinnor, Rabu (22/4).
Hukum adat yang dikenakan pada pelanggar berupa jipen atau singer (denda adat). ”Hukum adat tersebut bisa saja diterapkan kalau masyarakat tetap tidak mau mematuhi anjuran pemerintah dan tetap keluar rumah," tegasnya.
Halikin menjelaskan, apabila hukum adat tersebut diberlakukan, aturan jam malam bakal diterapkan. Jika masyarakat membandel dengan keluar rumah meski tidak ada urusan mendesak, akan langsung diamankan dan diberikan sanksi. Kecuali ada kepentingan yang sangat mendesak dan tidak bisa ditunda.
Menurut Halikin, Pemkab Kotim belum mengusulkan pembatasan sosial bersekala besar (PSBB). Pasalnya, ada pertimbangan dari berbagai aspek. Namun, jika positif Covid-19 terus meningkat, bukan tidak mungkin PSBB akan diusulkan.
Lebih lanjut Halikin mengatakan, pihaknya telah melakukan patroli tepadu bersama kepolisian dalam rangka mengedukasi masyarakat, khususnya yang berjualan malam hari. Aktivitas itu tidak dilarang. Namun, disarankan pembeli tidak makan di tempat.
”Saat patroli juga disampaikan bahaya Covid-19. Dan meminta mereka menjaga diri masing-masing. Terutama menghindari kerumunan. Kecuali warung permanen, harus jaga jarak. Apabila warung pinggir jalan, harus menghilangkan kursinya," tegasnya.
Halikinnor menuturkan, saat ini masih tahap edukasi. Apabila nanti masih tidak dipatuhi, pihaknya akan memberikan surat peringatan.
Tes Massal
Sementara itu, Pemkab Kotim akan melakukan tes cepat atau rapid tess kepada 2.700 warga. Pemeriksaan itu dilakukan guna mengetahui pasien positif untuk kemudian dapat dilanjutkan ke proses isolasi.
Bupati Kotim Supian Hadi mengatakan, pihaknya masih menghitung dan akan memesan 2.700 alat rapid test. Ditambah dengan 300 unit. ”Jadi 2.700 alat rapid test dan 300 cadangan. Total Kotim akan siapkan tiga ribu alat untuk rapid test massal," ujarnya.
Dia menuturkan, dari kurang lebih 450 ribu penduduk di 17 kecamatan di Kotim, sebesar 0,6 persen di antaranya akan dilakukan rapid test. ”Kami akan lakukan pemetaan, terutama di daerah yang ada pasien positif. Semua kecamatan akan rapid test," ujarnya.
Supian mencontohkan, untuk wilayah yang tidak terdapat pasien positif dan wilayah itu jadi penghubung dengan wilayah lainnya, warga di wilayah tersebut akan masuk pemetaan tes cepat. ”Data diminta melalui RT, mulai camat, kepala desa (kades), dan kades yang lebih tahu menjadi akses keluar masuk. Misalnya, di satu desa itu 50 persen kerja di perusahaan, maka tingkat tertularnya sangat tinggi. Dengan demikian, di situ pemetaan akan kami lakukan," jelasnya.
Tujuan rapid test massal di Kotim, lanjutnya, untuk secepat mungkin mengetahui kasus positif Covid-19 di masyarakat. Dengan demikian, hal itu dapat menekan penyebaran virus korona agar tidak semakin meluas.
”Dengan ini, (rapid test) pasti akan lebih cepat terdeteksi. Tapi, dengan adanya rapid test ini, bukan berarti jika terjadi penurunan angka positif Covid-19, dan tidak ada pasien dalam pengawasan (PDP) atau orang dalam pemantauan (ODP), lalu masyarakat ingin dicabut statusnya dan masyarakat merasa bebas, bukan seperti itu. Imbauan dan kebijakan pemerintah masih tetap berlaku. Kotim harus tetap waspada penyebaran Covid-19," tegasnya.
Berdasarkan Tim Gugus Tugas Covid-19 Kotim, ODP berjumlah 23 orang, PDP satu orang, pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang sedang menjalani perawatan di RSUD dr Murjani Sampit berjumlah tujuh orang. Total dipantau berjumlah 157 orang dan selesai pantau sebanyak 134 orang. RSUD dr Murjani Sampit juga merawat pasien positif Covid-19 dari kabupaten lain, yakni dari Katingan empat orang dan Seruyan satu orang. (dia/yn/ign)