SAMPIT – Pasangan calon bupati dan wakil bupati Kotim Halikinnor-Irawati (Harati) menggandeng mantan ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva untuk mengawal sengketa Pilkada Kotim yang diajukan paslon Muhammad Rudini-Samsudin. Langkah itu merupakan antisipasi paslon tersebut agar kemenangannya dalam Pilkada Kotim tak dianulir MK.
Sekretaris tim pemenangan Harati, Gahara, mengatakan, dalam sengketa pilkada, ada beberapa pihak, yakni pasangan berkeberatan sebagai pemohon dan pihak termohon adalah KPU. Paslon yang ditetapkan sebagai pemenang yang ditetapkan KPU merupakan pihak terkait.
”Apa saja langkah hukum yang akan kami lakukan sepenuhnya, kami serahkan kepada tim hukum kami. Apalagi seperti kita ketahui, Pak Hamdan mantan ketua MK dan sudah sangat berpengalaman menghadapi sengketa seperti ini," kata Gahara.
Gahara menyebutkan, langkah dengan menempuh proses di MK merupakan hal biasa dan wajar, karena di ruang itu memang disiapkan. Namun, terkait permohonan pemohon apakah memenuhi syarat atau tidak, dia enggan menanggapinya. Semua itu akan lebih elok dibuktikan di MK.
Meski demikian, dia yakin penetapan pasangan Harati oleh KPU Kotim sebagai pemenang Pilkada Kotim sudah sesuai ketentuan.
Sebelumnya, Muhammad Rudini-Samsudin menggaet pengacara andal untuk mengajukan gugatan hasil Pilkada Kotim ke Mahkamah Konstitusi. Mereka memboyong eks pengacara Joko Widodo-Maaruf Amin saat pemilihan presiden lalu.
Paslon dengan jargon Kotim Bercahaya itu menggandeng Law Firm Fahri Bachmid. Tim pengacara terdiri dari, Fahri Bachmid sebagai ketua tim, Gugum Ridho Putra, M Iqbal Sumarlan Putra, Agustiar, Kurniawan, dan Freddy N Tindahaman.
Fahri mengatakan, hasil pelaksanaan pilkada Kotim masih jauh dari pelaksanaan prinsip demokrasi yang substantif, di mana masih terdapat berbagai kecurangan serta pelanggaran yang sangat merugikan Rudini-Samsuddin.
”Dengan demikian, untuk melakukan upaya koreksi atas berbagai persoalan itu, secara legal-konstitusional pasangan Kotim Bercahaya menggunakan hak konstitusionalnya untuk mengajukan permohonan sengketa ke MK,” katanya.
Dalam materi permohonan gugatan Rudini-Samsudin yang diperoleh Radar Sampit, ada empat poin kecurangan yang dipersoalkan. Di antaranya, terdapat ketidaksesuaian antara jumlah suara sah ditambah suara tidak sah dan sisa suara yang tidak terpakai dengan total jumlah suara yang ditetapkan dalam daftar pemilih tetap (DPT), sehingga ada indikasi penggelembungan suara.
Kedua, banyak pemilih pindahan yang diduga tidak sah ikut mencoblos secara masif, sehingga terdapat indikasi penyalahgunaan hak pilih sebanyak 1.392 orang. Ketiga, banyaknya pemilih yang tidak menggunakan surat undangan, tapi menggunakan KTP yang terbukti di beberapa TPS tidak tercatat dalam daftar hadir pemilih, sehingga berpotensi terdapat pemilih tidak sah sebanyak 5.633 orang.
Terakhir, jumlah suara yang tidak sah sangat signifikan, yakni sebesar 8.524 suara, sehingga terdapat indikasi kecurangan dalam bentuk perusakan surat suara sah menjadi tidak sah. (ang/ign)