SAMPIT – Libur Lebaran 1444 Hijriah jadi momentum sebagian besar masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur dan luar kota untuk berkunjung ke Pantai Ujung Pandaran. Namun, sejumlah pengelola wisata di destinasi andalan Kotim itu justru belum siap menyambut serbuan wisatawan, sehingga menuai beberapa keluhan.
Pada Minggu (23/4) lalu, ribuan pengunjung memadati sepanjang pesisir pantai. Pantauan Radar Sampit, lebih dari sepuluh tempat penginapan yang disewakan dipenuhi pengunjung.
Camp Kobes menjadi tempat paling favorit. Ribuan kendaraan roda empat dan roda dua memadati areal parkir. Belum lagi di sepanjang pesisir pantai padat dipenuhi lautan manusia.
Di sisi lain, tempat kamar mandi dan toilet umum dipenuhi antrean panjang yang mengular. Sejak pagi, pengunjung terutama anak-anak berenang ditepian pantai. Bahkan, meski terik matahari siang itu begitu membara, anak-anak asyik bermain air menunggu deburan ombak yang menyapa silih berganti.
Jalanan pun tak kalah macet disesaki pengendara. Sejumlah aparat terlihat bersiaga. Di sepanjang jalan masuk, banyak pedagang kaki lima yang memanfaatkan momen berjualan di sekitar pintu masuk pantai. Mulai dari berjualan makanan dan minuman, pakaian ala pantai, kacamata, topi, dan perlengkapan pantai lainnya.
Keramaian tak hanya di Camp Kobes. Setidaknya ada sepuluh tempat penginapan yang bertuliskan vila. Vila yang dimaksud berupa pondok kayu yang disewakan per malam dengan kisaran harga Rp300 ribu-1 juta per malam.
Sebagian tempat penginapan dan titik pantai sangat minim fasilitas. Hal itu dikeluhkan sejumlah wisatawan, terutama dari luar daerah. Semua tempat penginapan yang tersedia ada plus minusnya.
Camp Kobes, misalnya, memiliki areal parkir yang luas dengan tarif parkir lumayan mahal. Selain tersedia panggung hiburan, kawasan itu dipenuhi pepohonan rindang yang ditanam pihak pengelola di sepanjang pesisir, serta tempat penginapan mulai dari kelas standar hingga penginapan kayu yang dilengkapi pendingin ruangan.
Akan tetapi, toilet yang ada kurang terawat dan masih sangat terbatas, sehingga banyak pengunjung yang mengantre selepas berenang. Menu makanan yang disediakan terbatas dan terlalu padat pengunjung.
Di Pantai Jodoh, areal parkir lebih tertata rapi, meski harga tarif masuk terbilang terlalu mahal. Toiletnya lumayan bersih, meski keran air tidak lancar dan akses menuju pantai yang harus menuruni anak tangga.
Pantai ini sangat tidak disarankan bagi wisatawan yang membawa orang tua alias lanjut usia. Meski demikian, kelebihan pantai ini, lebih bersih dibandingkan pantai lain dan pengunjungnya tidak seramai di Camp Kobes.
”Parkir masuk untuk mobil Rp30 ribu menurut kami itu kemahalan. Kalau ada sistem hitung per jam masih mending. Ini kalau langsung dipatok harga Rp30 ribu itu sama saja terlalu mengambil keuntungan,” ujar Ade Fitria, salah seorang wisatawan lokal.
Momen liburan memang tak ingin dilewatkan para pengelola tempat penginapan untuk mengambil keuntungan besar, karena hanya pada saat libur hari besar keagamaan saja pengunjung membeludak. Selebihnya, pada akhir pekan biasa, jumlah pengunjung berkali lipat lebih sepi.
Menurut sejumlah pengunjung, tarif masuk yang mahal tak sebanding dengan fasilitas yang ditawarkan. Wisatawan mengaku sedikit kecewa karena kesulitan mendapatkan spot yang rindang untuk menikmati suasana pantai.
”Mau ke Camp Kobes penuh manusia. Ke Pantai Jodoh turunnya kesulitan, apalagi membawa orang tua. Kasihan. Sampai bawah tidak banyak ditanami pohon, jadi sulit mendapatkan spot yang teduh untuk menikmati pantai,” ujar Ade.
Menurutnya, pengelola wisata perlu menyediakan payuh teduh. Tak masalah apabila harus dikenakan tarif. ”Tidak ada satu pun tempat beristirahat yang nyaman. Mau menikmati pantai membuang stress, malah bertambah pusing melihat banyak manusia,” ujar Hery.
Cuaca siang hari yang begitu terik saat itu juga membuat mood berubah. ”Niatnya ingin foto-foto bersama keluarga, mau berenang, lihat cuacanya panas sekali, enggak jadi. Mau berangkat sore, khawatir pulangnya kemalaman. Berangkat pagi sampainya siang panasnya luar biasa,” ujarnya.
Di sisi lain, penyediaan makanan di tempat penginapan masih sangat terbatas. Pihak pengelola hanya menyediakan mi instans rebus, kopi, dan teh yang rata-rata kemasan sachet.
”Pihak pengelola sangat tidak siap menyambut pengunjung. Mau buang air kecil saja gayung tidak ada. Air seperti teh warnanya, akhirnya tidak jadi buang air kecil,” ujarnya.
Menurutnya, kenyamanan pengunjung salah satu kunci destinasi wisata ramai dikunjungi. Tidak hanya momen Lebaran, pengunjung akan kembali lagi disaat akhir pekan ketika pelayanan yang diberikan maksimal.
”Mudah-mudahan saja pemerintah daerah bisa serius menata pihak pengelola tempat penginapan di sini dengan menyediakan fasilitas tempat beserta kulinernya yang sesuai dengan harga. Bukan membayar mahal, tapi fasilitasnya sangat terbatas,” ujarnya.
Kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya juga masih sangat minim. Di sejumlah titik, banyak sampah dibiarkan berserakan, meskipun tempat sampah sudah disediakan.
”Di pantai banyak sampah. Bukannya menikmati liburan, malahan mood berubah melihat banyak sampah. Kalau masalah ini tergantung orangnya lagi. Tidak banyak pengunjung yang sadar membawa plastik sampah sendiri dan membawa sampahnya kembali ketika meninggalkan pantai,” ujarnya. (hgn/ign)