Ancaman hukuman mati bagi pelaku kasus narkoba kelas kakap seolah hanya basa-basi. Sejumlah pihak mulai dari aparat hingga pejabat, kerap menggaungkan hal tersebut saat pengungkapan bisnis haram. Faktanya, hukuman terhadap para budak narkoba berakhir jauh dari harapan. Sejumlah kasus besar penangkapan sabu dengan barang bukti mencapai 1 kilogram lebih, selalu berakhir dengan tuntutan oleh jaksa maupun vonis pengadilan selama belasan tahun.
Kasus paling parah dan memalukan dalam sejarah penegakan hukum di Kalteng, tercatat saat menimpa bandar besar sabu di Palangka Raya, Saleh, yang terbukti memiliki 200 gram sabu. Pria yang disebut-sebut bos besar kampung narkoba itu justru divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya. Meski akhirnya Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut, namun Saleh yang terlanjur bebas hingga kini belum juga terlacak. Sejumlah pihak menduga ada permainan hukum dalam putusan bebasnya Saleh saat di tingkat pengadilan. Hingga kini hasil penyelidikan terhadap hakim yang memvonis tak diketahui publik.
Praktik penegakan hukum yang sama dengan vonis tak sesuai harapan, dikhawatirkan juga akan terjadi dalam pengungkapan perkara sabu seberat 9,2 kilogram di Sampit dengan tiga tersangka oleh BNNP Kalteng. Publik dinilai perlu mengawasi prosesnya sampai putusan pengadilan. ”Untuk kasus penangkapan yang beratnya 9,2 kilogram ini harus dan wajib jadi atensi publik dan kami dari ormas Sikat Narkoba akan mengikuti perkara ini hingga kepada tuntuan dan vonis di persidangan nantinya,” kata Joni Abdi, pengurus Masyarakat Anti Narkoba (Sikat Narkoba) Sampit, Kamis (3/8/2023). Joni Abdi menuturkan, tuntutan yang diberikan jaksa kepada tersangka harus maksimal. Mereka tidak ingin lagi kasus seperti kepemilikan Zenith 2 truk beberapa tahun silam tidak memiliki akhir yang jelas. Bahkan, persidangannya pun tidak sesuai tempat kejadian (locus delicti). Menurutnya, tidak ada alasan untuk membenarkan hingga memaafkan perbuatan tersangka yang sudah sengaja membawa barang haram itu masuk wilayah Kotim. Sudah selayaknya mendapatkan hukuman berat atau hukuman mati.
”Ada ratusan ribu jiwa yang akan dirusak barang itu. Jadi, saya kira tidak ada alasan jaksa nantinya menuntut rendah. Setidaknya seumur hidup atau hukuman mati,” kata Joni Abdi. Mengenai kasus narkoba yang seakan tidak ada habisnya, Abdi beranggapan, karena hukuman yang diberikan masih dinilai ringan oleh tersangka. Bahkan, ketika di dalam penjara, mereka masih bisa mengendalikan peredaran itu. Fakta tersebut sering terungkap ketika beberapa kasus menyeret pengendalinya dari dalam lapas. Selain itu, dalam proses penuntutan hingga penjatuhan hukuman, kerap menimbulkan tanda tanya publik.
”Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas keberhasilan aparat menangkap pengedar narkoba. Tinggal endingnya saja lagi, antara kejaksaan dan pengadilan untuk memberikan tuntutan dan vonis seberat-beratnya. Jangan sampai tuntutan dan vonis ada cawe-cawe, karena ini akan kami pantau terus,” tegasnya.
Hak yang sama disampaikan Abdul Hadi, aktivis mahasiswa di Kotim. Dia juga mendesak tersangka 9,2 kilogram sabu dihukum berat. Selama ini, tuntutan terhadap terdakwa hingga vonis nyaris lebih ringan. Dia belum menemukan adanya vonis hakim melebihi tuntuan jaksa yang ringan tersebut. Abdul Hadi mengutuk para pengedar yang sudah merusak daerah ini. Apalagi dengan tangkapan BNN Kalteng dengan barang bukti 9,2 kilogram sabu. ”Kami juga berharap agar nama-nama tersangka ini tidak lagi diinisialkan, sehingga kami juga tahu siapa orang itu. Siapa tahu itu orang yang kami kenal dan punya jaringan lagi,” katanya. (ang/ign)