Kalangan mahasiswa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menantang Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara peredaran narkoba dengan barang bukti 9,2 kilogram, menuntut hukuman mati pada para tersangka. Selain itu, perkara itu juga didesak agar bisa disidang di Pengadilan Negeri Sampit. ”Kami minta sidang sabu 9,2 kilogram ini harus di Sampit, supaya kami, masyarakat dan mahasiswa bisa mengikuti perkara itu. Jangan sampai seperti kasus dua truk zenith beberapa tahun silam yang tidak jelas penanganannya dan sidangnya pun tidak di Sampit, padahal perkaranya di Sampit,” ujar Abdul Hadi, mahasiswa perguruan tinggi di Sampit, Jumat (25/8).
Abdul Hadi menegaskan, pihaknya akan mengikuti kasus tersebut hingga tuntas. Dia bersama aktivis lainnya, termasuk ormas yang khusus bergerak di bidang pencegahan penyalahgunaan narkotika, akan konsisten mengawalnya. ”Kami berharap aparat penagak hukum, baik BNNP, Jaksa hingga hakim yang menyidangkan perkara ini, agar cermat dan harus membuktikan bahwa hukum kita tidak bisa main-main lagi dengan kasus narkotika, karena selama ini banyak anggapan miring mengenai penanganan kasus narkotika,” ujar mahasiswa yang juga aktivis ini.
Adi S, mahasiswa bidang hukum di Sampit berharap JPU bisa menuntut hukuman maksimal, yakni setidaknya seumur hidup atau hukuman mati pada terdakwa. Hal tersebut dinilai layak, karena pengedar narkoba selama ini menghancurkan generasi muda Kotim. ”Bisa dibayangkan pengrusakan begitu masif terhadap anak muda dan masyarakat kita dengan sabu 9 kilogram ini. Ada ribuan orang yang terjebak dan dihancurkan, sehingga kami menilai hukuman maksimal pun tentunya lebih ringan dari perbuatan pelaku yang luar biasa ini,” katanya. Tokoh pemuda di Kotim, Suparjoe, mengatakan, kasus peredaran narkotika tidak hanya di wilayah perkotaan, tetapi sampai pelosok. ”Justru di pelosok perdesaan yang lebih banyak. Saya kira lebih sporadis dari wilayah perkotaan dan seperti jual kacang goreng,” katanya. Mengenai kepemilikan narkotika 9.2 kilogram, dia berharap kasus tersebut jadi pembelajaran pada pengedar lainnya dengan memberikan hukuman berat pada pelakunya.
”Jangan sampai hukuman berat itu terjadi di pengadilan tingkat pertama, tapi ketika proses banding hingga kasasi, justru didiskon hukumannya. Kebiasaan masyarakat mengikuti perkara hanya sampai pengadilan tingkat pertama, selanjutnya tidak mengikuti dan di situ rawan terjadi diskon hukuman,” katanya. Diberitakan Radar Sampit sebelumnya, ancaman hukuman mati bagi pelaku kasus narkoba kelas kakap seolah hanya basa-basi. Sejumlah pihak mulai dari aparat hingga pejabat, kerap menggaungkan hal tersebut saat pengungkapan bisnis haram. Faktanya, hukuman terhadap para budak narkoba berakhir jauh dari harapan.
Sejumlah kasus besar penangkapan sabu dengan barang bukti mencapai 1 kilogram lebih, selalu berakhir dengan tuntutan oleh jaksa maupun vonis pengadilan selama belasan tahun. Kasus paling parah dan jadi skandal memalukan dalam sejarah penegakan hukum di Kalteng, tercatat saat menimpa bandar besar sabu di Palangka Raya, Saleh, yang terbukti memiliki 200 gram sabu. Pria yang disebut-sebut bos besar kampung narkoba itu justru divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya.
Meski akhirnya Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut, namun Saleh yang terlanjur bebas hingga kini belum juga terlacak. Sejumlah pihak menduga ada permainan hukum dalam putusan bebasnya Saleh saat di tingkat pengadilan. Hingga kini, hasil penyelidikan terhadap hakim yang memvonis tak diketahui publik. Praktik penegakan hukum yang sama dengan vonis tak sesuai harapan, dikhawatirkan juga akan terjadi dalam pengungkapan perkara sabu seberat 9,2 kilogram di Sampit dengan tiga tersangka oleh BNNP Kalteng. Publik perlu mengawasi prosesnya sampai putusan pengadilan. Adapun tiga budak narkoba yang diringkus tersebut, yakni TS (32), YA (24), dan BN (44). Mereka ditangkap di lokasi berbeda di Sampit dan Jakarta, yakni BN pada Minggu (16/7) di Jalan Bumi Indah Permai Sampit, dengan barang bukti sabu 2,42 kilogram. Kemudian, TS diamankan Rabu (26/7) di Jalan Jaya Wijaya Sampit dengan barang bukti 6,7 kilogram sabu dan YA ditangkap di Gang SD MHT, belakang SMP Negeri 240 Jakarta. (ang/ign)