SAMPIT – Peraturan KPU yang mewajibkan setiap pasangan calon bupati-wakil bupati melaporkan akun media sosialnya, ternyata tidak dipatuhi. KPU Kotim mencatat baru satu pasang calon yang melaporkan akun media sosialnya.
”Saat ini baru SAHATI yang melaporkan akun media sosialnya, sedangkan tiga pasangan lainnya belum,” kata Komisioner KPU Kotim Juniardi, Selasa (6/10).
Menurut Juniardi, sudah seharusnya pasangan calon (paslon) melaporkan akun media sosialnya, sebelum satu hari penetapan masa kampanye, 26 Agustus lalu. Namun, tiga pasangan calon lainnya tidak mematuhi aturan tersebut. Sampai saat ini mereka belum melaporkan akun media sosialnya.
Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 untuk berkampanye melalui media sosial, pasangan calon atau tim pemenangan harus melaporkan akun media sosialnya, seperti Facebook, Twiter dan lainnya. Setiap pasangan juga hanya dibolehkan punya satu akun di setiap media sosial.
”Sanksinya mesti diblokir akunnya, Panwaslu yang melakukan, karena fungsinya melakukan pengawasan,” ujarnya.
Juniardi menjelaskan jika ada pasangan calon yang berkampanye melalui akun media sosial, namun belum melaporkan ke pihak KPU, maka hal itu bisa menjadi temuan Panwaslu. Ia berharap, pasangan calon yang belum memberitahukan ke KPU Kotim, untuk segera melaporkan akunnya.
”Kalau untuk penertiban, terserah Panwaslu. Cuma disurati dulu secara resmi untuk mengingatkan,” katanya.
Berbeda dengan KPU, Ketua Panwaslu Kotim M Tohari justru menyebutkan saat ini baru ada satu paslon yang telah melaporkan akun media sosialnya, yaitu Muhammad Arsyad-Nadiansyah (MADANI), sementara tiga pasangan lainnya masih belum. Terkait perbedaan paslon yang telah melaporkan akun media sosialnya dengan KPU, menurut Tohari sudah seharusnya disampaikan ke Panwaslu.
”Selain itu ilegal hanya punya perorang, bukan punya paslon,” ujarnya.
Dijelaskan Tohari, saat ini penertiban memang belum dilakukan. Pasalnya, Panwaslu masih kesulitan melacak, terutama tentang kampanye hitam. Oleh karena itu, dengan didaftarkannya akun resmi ke penyelenggara pemilu, seluruh paslon akan terhindar dari potensi kampanya hitam yang merugikan.
”Kalau paslon sampai saat ini, belum mendaftarkan akun resminya. Kami tidak tahu, mana yang asli? Mana yang abal-abal? Besar peluang seseorang buat akun abal-abal untuk serang beberapa paslon,” jelasnya.
Menurut Tohari, akun resmi pasangan calon bupati dan wakil bupati Kotim ini harusnya punya fungsi positif, terutama tentang visi, misi, dan program untuk diketahui, dinilai, dibahas dan didiskusikan masyarakat luas. Sementara yang ada saat ini, hanya jargon, pilih saya atau mempromosikan paslon. Dengan adanya kerja sama dari seluruh pasangan calon dan timnya, tentu kesalahan atau sengketa pilkada tidak akan akan pernah terjadi atau bisa diminimalisir. (tha/dwi)