SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Senin, 03 Juli 2017 17:19
Diduga KKN, Pemkab Kotim Dilaporkan ke Jaksa dan Polisi

Bongkar Praktik Busuk Lelang Proyek

ILUSTRASI.(NET)

SAMPIT – Praktik busuk disinyalir mewarnai lelang proyek di Kotim. Praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) diduga terjadi dalam lelang proyek infrastruktur jalan di Kecamatan Antang Kalang. Penetapan pemenang lelang proyek melalui Unit  Layanan Pengadaan (ULP) itu disebut-sebut telah diatur sebelumnya.

Dugaan praktik kotor itu dilaporkan ke aparat penegak hukum, polisi dan kejaksaan, dengan terlapor Pemkab Kotim. ”Kami menemukan dugaan penyimpangan prosedur hingga dugaan KKN. Ada yang tidak beres dalam pengadaan barang dan jasa melalui LPSE Kotim,” kata Arsusanto, pelapor dugaan KKN itu, Minggu (2/7).

Menurut Arsusanto, kasus itu berawal dari  pengumuman lelang  yang dipublikasikan di website LPSE Kotim. Pihaknya menemukan indikasi penyimpangan prosedur dalam lelang proyek peningkatan jalan Simpang Kalang – Tumbang Kalang, Kecamatan Antang Kalang.

Nilai proyek itu sebesar Rp 6,372 miliar dengan dengan kode lelang 1833183. Ada empat perusahaan yang  mengajukan penawaran, yakni  PT Rindang Bumi Nusantara dengan tawaran Rp 5,97 miliar,  PT Duta Panca Mandiri  Rp 5,98 miliar, PT Bangun Sarana Rp 6,02 miliar, dan PT Mitra Karya Abadi Mandiri Rp 6,257 miliar.

Selanjutnya, Kelompok Kerja I menggugurkan PT Rindang Bumi Nusantara karena pekerjaan agregat A, B, dan S dinilai tidak sesuai ketentuan teknis. Lelang proyek itu dimenangkan PT Duta Panca Mandiri. Dua perusahaan lainnya gugur karena tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi.

Kemudian, berita acara hasil lelang Nomor 17/BAHL-Pokja/ULP /Kotim /VI/2017  tertanggal 12 Juni diserahkan kepada pejabat pembuat komitmen (PPK). PPK kemudian melakukan koreksi. Namun, datang surat rujukan dari PT Berkat Jujur mencabut dukungan sewa alat dan PT Suryadhi Perkasa mencabut dukungan alat ke PT Duta Panca Mandiri.

Akibatnya, kata Arsusanto, perusahaan pemenang lelang itu dikhawatirkan tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis, karena tidak tersedia alat yang disyaratkan.

”Setelah itu, PPK menerbitkan surat kepada kuasa pengguna anggaran, dalam hal ini Dinas PU yang menyampaikan hasil telahaan. Kemudian, KPA menyampaikan surat lagi ke ULP untuk mengevaluasi,” ujarnya.

Berdasarkan hasil evaluasi itu, lanjut Arsusanto, tiba-tiba PT Mitra Karya Abadi Mandiri  yang sebelumnya sudah gugur ditetapkan sebagai pemenang. ”Di sinilah awal perbuatan melawan hukum berjamaah itu dilakukan,” ujar Arsusanto.

Dia menjelaskan, mengacu Perpres 54 Tahun 2010 serta perubahannya, disebutkan, ULP menyatakan proyek itu gagal lelang karena calon pemenang cadangan 1 dan 2  setelah dilakukan evaluasi sengaja tidak hadir dalam masa klarifikasi dan kualifikasi. Apabila gagal lelang, pokja ULP harus melakukan evaluasi ulang, penyampaian dokumen ulang penawaran, pelelangan ulang, dan penghentian proses pelelangan.

”Jika kita merujuk aturan, semestinya proyek tersebut dilelang ulang, bukan dengan menetapkan pemenang lelang lainnya karena mereka sengaja tidak hadir dalam masa pembuktian. Ini yang kami katakan perbuatan melanggar hukum dan sarat dengan KKN,” ujar Arsusanto.

Hal itulah yang mendasari pihaknya menuntut Pemkab Kotim, dalam hal ini ULP. Sanksinya jelas dan tegas, berupa pidana dan mengganti kerugian negara. ”Laporan kepada penegak hukum segera disampaikan. Ini jadi pembelajaran, biar oknum mafia yang selama ini meresahkan dunia kontraktor itu diseret secara hukum,” katanya.

Secara terpisah, Ketua Forum Asosiasi Jasa Konstruksi (Forjasi) Kotim M Gumarang  mengatakan, ada persoalan dalam pelelangan proyek di Kotim. Masalah itu, di antaranya belum adanya transparansi sampai pada adanya dugaan mark up  nilai proyek.

”Saya katakan tidak transparan, karena sebelum dilelang mestinya proyek itu disampaikan dulu melalui aplikasi SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan). Tapi, ada sejumlah proyek yang tidak disampaikan, tiba-tiba muncul di LPSE saja,” ujar Gumarang .

Sesuai ketentuan, lanjut Gumarang, seharusnya sebelum pelelangan, semua proyek yang akan dikerjakan diumumkan secara terbuka melalui SIRUP. Hal itu merupakan amanat Perpres Nomor 4 Tahun 2015, bahwa pengguna anggaran wajib menyampaikan rencana umum pengadaan barang dan jasa melalui SIRUP yang dikelola LKPP Jakarta.

Gumarang menuturkan, Forjasi Kotim sudah melakukan penelitian dan pengecekan terhadap semua data kegiatan proyek yang akan dilakukan tahun ini. Pihaknya menemukan banyak kegiatan fisik yang terkesan disembunyikan.

Bukti permulaan forjasi itu, kata Gumarang, bisa jadi pintu masuk bagi penegak hukum. Dia sepakat mafia dan permainan busuk di dunia proyek diungkap, karena hal itu tergolong kejahatan ekonomi.

”Jaksa dan polisi sudah bisa masuk dengan adanya bukti awal ini. Forjasi sudah punya  hal yang sudah menyakinkan permainan itu ada,” kata Gumarang.

”Padahal, itu juga ada surat edaran dari Sekda Kotim untuk SIRUP, tapi pada tataran praktiknya tidak dilaksanakan. Apakah sekda ini sudah diabaikan atau justru sekda pura-pura tidak tahu terkait instruksi untuk diumumkan melalui SIRUP,” jelas Gumarang.

Dia menduga sejumlah proyek yang tidak dimasukkan dalam aplikasi SIRUP itu hanya akal-akalan. Di sini ada potensi terjadinya permainan busuk, yakni proyek itu sudah diarahkan kepada salah satu kontraktor. Akibatnya, ketika sudah disampaikan dalam ULP, dimuat dalam LPSE, kontraktor lainnya akan kelabakan mempersiapkan bahan.

”Akhirnya, karena waktu yang singkat dan terbatas, yang menang kontraktor arahan mereka itu lagi. Ini artinya sudah perbuatan melawan hukum dan mengarah kepada KKN,” tegas Gumarang.

Lebih lanjut Gumarang mengatakan, belakangan ini penurunan nilai lelang yang gila-gilaan jadi sorotan. Bahkan, ada kontraktor yang berani menurunkan nilai hingga 40-50 persen. Artinya, perencanaan anggaran pelaksanaan itu kental nuansa mark up.

”Saya bilang itu gila! Sudah ampai segitunya main tembak nilai proyek. Ini artinya sudah di-setting sejak awal bahwa nilai proyek itu di-mark up. Dikerjakan dengan nilai pengurangan 40 persen saja ada untung, apalagi hanya 10-20 persen. Akan banyak untungnya, tapi negara dirugikan,” jelasnya.

Selain itu, ungkap Gumarang, Forjasi juga mengendus ketikaberesan dalam masa pembuktian berkas yang hanya dihadapkan antara panitia lelang dan rekanan. Seharusnya disaksikan rekanan lain yang diundang.

”Bisa saja ada main mata di situ. Makanya saya katakana, kalau mau ungkap kasus besar dan kronis ini, mari kita sama-sama bongkar permainan kotor di pelelangan proyek ,” ujar Gumarang.

Pemkab Kotim belum memberikan tanggapan terkait pelaporan dan masalah itu. Sekda Kotim Putu Sudarsana yang dihubungi melalui telepon tak merespons. Demikian pula dengan kuasa pengguna anggaran (KPA), salah satunya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kotim Machmoer. (ang/ign)

 


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers