SAMPIT – Protes terhadap pelaksanaan pilkades terus mengalir. Kali ini datang dari Calon kepala Desa Pelantaran Miheldy yang ”menggugat” proses pilkades yang dinilai penuh kecurangan. Dugaan kecurangan paling nyata menurutnya, hak suaranya yang hilang saat pemilihan.
Miheldy mengaku tak bisa memilih karena namanya tak ada dalam daftar pemilih tetap (DPT). Padahal, calon lainnya semua memilih. Hal itu dinilai sangat janggal, mengingat dia lolos sebagai calon.
Selain itu, dia menyebut banyak warga yang kehilangan hak pilih. Padahal, warga yang hak pilihnya hilang saat pilkades, semua mencoblos saat pelaksanaan pilkada, pilpres, maupun pemilu legislatif.
”Selain itu, ada juga warga yang sudah meninggal, tapi masuk DPT pilkades. Jadi, banyak warga yang saat pemilihan lalu tak bisa memilih,” katanya, Senin (30/10) lalu.
Dia menuturkan, ada lima calon dalam Pilkades Desa Pelantaran lalu. Hasil perolehan suara dimenangkan calon nomor urut lima Helisnaedi dengan perolehan 459 suara, disusul Miheldy, calon nomor urut dua, dengan 268 suara. Total warga yang memilih di desa itu sebanyak 1.177 orang.
Menurutnya, jumlah warga yang dicoret hak pilihnya mencapai 70 orang. Dia kemudian memperlihatkan daftar warga yang dicoret hak pilihnya. Miheldy mengaku memiliki bukti kuat dugaan pelanggaran dalam pilkades di desanya.
Saat ditanya perolehan suaranya dengan pemenang yang selisihnya cukup besar dan tak tetap kalah dari pemenang, Miheldy mengaku tak menggugat hasil perolehan suara, namun prosesnya yang dinilai tak sesuai aturan.
”Saya cuma ingin agar prosesnya sesuai aturan, makanya saya angkat masalah ini. Saya sudah melaporkan gugatan saya secara resmi. Tanda terima surat gugatan saya juga ada, baik kepada panitia, bupati, dan DPRD. Jika disebutkan tidak ada gugatan resmi dan komplain secara lisan saja, hal itu tidak benar,” tegasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kotim Redy Setiawan mengatakan, laporan gugatan sengketa pilkades yang resmi baru satu yang masuk, yakni dari Desa Tumbang Kalang, Kecamatan Antang Kalang. Untuk Desa Baampah maupun Pelantaran yang mencuat, tidak ada disampaikan secara resmi.
”Jika tidak ada laporan resmi, hal tersebut hanya kami sembut komplain saja secara lisan. Jika memang ingin menggugat, silakan lakukan berdasarkan aturan yang sudah ada,” tegas Redy, Selasa (31/10).
Redy menjelaskan, protes dan gugatan di tingkat desa dibatasi hanya tiga hari setelah pelaksanaan pilkades, sedangkan di tingkat kabupaten selama 30 hari kerja. Saat ini tahapannya sudah masuk gugatan ke panitia di kabupaten. Jika ada yang tidak puas dengan hasil pemilihan, dapat melakukan gugatan secara resmi berdasarkan aturan dan harus disertai dengan bukti kuat.
”Gugatan secara resmi dan bukti yang disertakan akan dikaji panitia di kabupaten. Keputusannya nanti berdasarkan hasil rapat koordinasi panitia dengan dasar melihat permasalahan yang terjadi di desa yang digugat,” ujarnya.
Jika ada calon kepala desa yang menggugat pilkades ke Bupati dan DPRD Kotim, dia menegaskan, hal tersebut tidak sesuai jalur. Jalur resmi harus ke panitia kabupaten dan nantinya akan dilakukan pengkajian dari kasus yang digugat.
”Akan diselesaikan per desa per kasus oleh panitia dan panwas di kabupaten. Jika ada yang komplain secara lisan, tidak dapat dikaji unsur kesalahan yang dituduhkan. Namun, jika secara resmi dengan surat dan bukti, akan kami kaji ulang permasalahannya,” kata Redy. Evaluasi terhadap pelaksanaan pilkades akan dilakukan Kamis (2/10) besok.
Sementara itu, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kotim Dani Rakhman mendesak Pemkab Kotim melalui Panitia Pelaksana Kabupaten (Panpilkab) segera menindaklanjuti aduan dugaan kecurangan pelakanaan pilkades serentak. Masalah aduan itu nantinya bisa dibuktikan atau tidak, bukan hal utama.
”Saya sudah ada ditelepon sejumlah calon kades, ternyata mereka akan membawa persoalan ini ke ranah panpilkab. Saya menduga semakin hari semakin banyak laporan. Makanya perlu dan segera tindaklanjuti aduan mereka,” kata Dani.
Apabila laporan itu lamban ditindaklanjuti, kata Dani, bisa berdampak pada masyarakat. Saat ini, kondisi politik pilkades di setiap desa masih hangat. Salah satu yang bisa memicu konflik adalah penanganan yang lamban. Berbagai persepsi muncul nantinya di pikiran masyrakat yang tengah bermasalah itu.
”Apalagi dugaan mereka terhadap kecurangan disertai bukti, tapi tidak ditindaklanjuti dengan mediasi ataupun penyelesaaian kepada dua belah pihak, akan rawan membuat gesekan antarpendukung,” tegasnya.
Dani juga meminta masyarakat yang melapor ke Panpilkab atau Panwas disertai dengan bukti kuat. ”Yang namanya mengadukan, wajib pakai bukti. Jangan hanya ujar bin ujar. Nanti kebingungan sendiri ketika sudah ditangani Panpilkab,” tegasnya. (dc/ang/ign)