SAMPIT- Pemahaman soal reformasi birokrasi di Kalimantan Tengah, termasuk Kabupaten Kotawaringin Timur,masih terbilang rendah. Adanya kerangka berpikir terbiasa mengharap proyek menjadi salah satu kendalanya.
Hal ini diutarakan oleh Pembina Utama BadanPengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Kalteng Minsya T Djaling, yang menjadi nara sumber di pelatihan peningkatan kapasitas pelayanan prima, Sabtu (4/11). Menurutnya, secara persentase Kalteng masih jauh tertinggal dengan provinsi lain seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa timur, soal pemahaman reformasi birokrasi. Namun, dia meyakini hal tersebut masih bisa dibenahi.
”Kita masih bisa mengejar yang penting tidak putus asa dan minder. Asal serius dan berupaya ingin berubah. Dan, yang penting tidak harus menunggu perintah,” ungkapnya.
Minsya melanjutkan, perlu ASN dengan tekad kuat untuk mewujudkan hal itu. Sebab banyak dari ASN yang terbiasa berpikir proyek, tapi lupa norma, sikap dan etika dalam berbirokrasi. Selain itu, masih adanya mental KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) juga dinilainya menjadi momok.
Menurutnya juga, hal yang penting adalah pemahaman dari masing-masing ASN. Sebab nilai kinerja ASN menjadi nilai kinerja dari SOPD tempatnya bertugas. Dirinya juga mendorong agar ASN menjadi agen perubahan, tidak terlibat politik praktis, dan profesional. Sehingga tujuan reformasi birokrasi dapat terwujud.
Selain Minsya, dalam kegiatan tersebut juga menghadirkan dua narasumber lainnya, yakni Sucie yang menyampaikan materi tentang revolusi mental dan Utari Riambarwati tentang penyelenggaraan pelayanan publik. Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 50 peserta, khususnya pegawai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kotim.
Sementara itu, Kepala DPMPTSP Kotim Johny Tangkere menyadari, instansi yang dipimpinnya ibarat etalase atau gambaran pertama ketika orang datang ke Kotim. Untuk itu perlu suasana nyaman, pelayanan mudah, murah, ramah dan cepat, sehingga bisa meningkatkan investasi dan ekonomi.
”Kami pelaksana layanan administrasi publik di bidang perizinan. Karena itu perlu peningkatan sumber daya manusia, karena kami memberikan pelayanan masyarakat. Sehingga dibutuhkan jiwa sebagai seorang pamong atau pelayan,” pungkasnya. (oes/gus)