SAMPIT - Real Estate Indonesia (REI) Kabupaten Kotawaringin Timur menargetkan pembangunan 1.500 rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di tahun 2018. Angka ini lebih banyak dari realisasi pembangunan rumah subsidi tahun 2017 yang mencapai 1.200 unit.
Ketua REI Kabupaten Kotawaringin Timur Andi Saputra mengatakan, target ini sebagai bentuk komitmen REI sebagai mitra strategis pemerintah dalam mewujudkan program sejuta rumah (PSR). Pembangunan perumahan juga akan menjadi pendorong perputaran aktivitas ekonomi lebih besar.
Dia menyatakan, REI Kotim terus meningkatkan porsinya dalam pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Ini terlihat dari realisasi pembangunan rumah subsidi di tahun 2017 yang mencapai 1200 unit.
”Mayoritas developer sekarang menggarap rumah subsidi. Selain perputarannya cepat, ini juga sebagai bentuk dukungan terhadap program sejuta rumah. Jumlah penduduk semakin tinggi, ini harus diimbangi penyediaan rumah,” kata Andi.
Lebih lanjut Andi mengatakan, harga rumah bersubsidi terus mengalami kenaikan harga sebanyak lima persen setiap tahun. Ini mengacu dari ketentuan yang telah disetujui oleh Kementerian PUPR. Untuk Wilayah Kalimantan, pada 2016 di angka Rp 128 juta, tahun 2017 menjadi Rp135 juta, dan pada 2018 menjadi Rp 142 juta.
”Harga rumah subsidi di Kalteng saat ini Rp 142 juta. Kalau rumah nonsubsidi, harganya bervariasi sesuai dengan lokasi dan spesifikasi rumah,” kata Andi.
Dia menjelaskan, harga rumah subsidi antara satu daerah dengan daerah lain berbeda beda. Contohnya, harga rumah subsidi di wilayah Jawa (kecuali Wilayah Jabodetabek) tahun ini Rp 130 juta. Sedangkan di Jabodetabek Rp 148,5 juta. Wilayah Sumatera (kecuali Kepulauan Riau dan Bangka Belitung) Rp130 juta, Sulawesi Rp136 juta, Maluku dan Maluku Utara Rp148,5 juta, Bali dan Nusa Tenggara Rp148,5 juta, Papua dan Papua Barat Rp 205 juta.
”Harga tertinggi di Papua karena material bangunan lebih mahal,” terang Andi.
Pengembang Perumahan Sawit Griya Residence ini juga menyinggung rancangan peraturan daerah Kabupaten Kotawaringin Timur tentang pajak daerah. Dalam Pasal 79 Ayat 1 Raperda tentang Pajak yang diusulkan Pemkab Kotim, tarif pajak BPHTB ditetapkan sebesar 5 persen. Usulan ini dianggap terlalu besar dan melampaui besaran pajak yang telah ditetapkan dalam Pemerintah Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.
Dalam PP Nomor 34 Tahun 2016 Pasal 2 Ayat 1, disebutkan besarnya BPHTB sebesar 2,5 persen dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun sederhana. Sedangkan Ayat 2 tarif pajak BPHTB untuk rumah sederhana (rumah subsidi) hanya 1 persen.
Andi Saputra berharap peraturan daerah sejalan dengan semangat pemerintah pusat yang memberikan keringanan pajak demi meningkatkan daya beli masyarakat ekonomi bawah. Dampak pengenaan pajak yang terlalu tinggi akan dirasakan langsung masyarakat.
”Jika tarif BPHTB tetap 5 persen, yang terbebani bukan pengembang perumahan, tapi pembeli perumahan dan semua masyarakat. Pembeli rumah subsidi juga terbebani,” kata Andi. (yit)