SAMPIT – Aktivitas pertambangan galian C yang diduga ilegal di Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga Hulu, menghancurkan sebagian areal hutan di wilayah itu. Penambangan tanah latrit (tanah merah) yang tidak jauh dari wilayah permukiman penduduk dan jalan lintas provinsi itu disebut-sebut sudah berlangsung lama, namun tidak pernah tersentuh operasi penertiban.
Informasi yang diperoleh Radar Sampit, ribuan kubik tanah dikeruk dan diangkut keluar dari daerah itu setiap hari. Aktivitas tersebut dilakukan di dalam areal hutan yang memiliki diameter kayu pohon sekitar 20-30 sentimeter.
Pohon sebagai penyangga air hujan ditebang dan digusur dengan alat berat. Kemudian tanahnya digali untuk dijual bebas. Kondisi demikian dinilai mengkhawatirkan bagi keberlangsungan ekosistem dan lingkungan hidup setempat.
Kepala Desa Bukit Raya Seleksi mengatakan, tambang galian C di wilayah itu milik seseorang yang menyuplai ke sejumlah perusahaan perkebunan yang memerlukan timbunan tanah. ”Saya tidak tahu apakah itu ilegal atau legal, karena memang sebelum saya menjabat sudah ada. Sampai sekarang masih beroperasi,” ujar Seleksi.
Seleksi kurang begitu memahami alur operasional galian C tanah merah tersebut, meski setiap hari ada aktivitas. Menurutnya, tambang itu dimiliki seseorang berama Richard.
Terpisah, tokoh masyarakat Kotim yang juga pengamat kebijakan publik, Muhammad Gumarang, mengatakan, aktivitas tambang galian C di Desa Bukit Raya itu memang mengkhawatirkan. Pihaknya juga menerima laporan dan pengaduan warga mengenai dampak penambangan tersebut dengan kedalaman hingga 8-9 meter yang masuk dalam tanah. Hal tersebut dikhawatirkan jadi potensi bencana ke depannya bagi daerah.
”Kita harus belajar dengan kejadian banjir di Kalimantan Selatan, di mana salah satu penyebabnya karena aktivitas penambangan yang brutal dan tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup dan ekosistemnya. Apakah kita membiarkan Kotim ini dengan hal-hal ilegal demikian? Apa itu akan jadi warisan kita kelak kepada generasi selanjutnya?” tegasnya.
Gumarang mendorong agar pengusaha galian C yang beraktivitas di lokasi tersebut segera mengurus perizinannya supaya tidak menjadi sorotan berkelanjutan. Apalagi galian C itu sudah beroperasi sejak lama.
Lebih lanjut Gumarang mengatakan, aktivitas penambangan yang diduga ilegal itu ada unsur merugikan negara dan perbuatan tindak pidana. Di sisi lain, reklamasi bekas tambang tidak dilakukan. Penambangan tersebut akhirnya menimbulkan lubang yang mengangga.
”Jelas itu ada unsur pidananya. Baik itu merusak lingkungan dan tidak membayar pajak retribusi galian C kepada kas daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Minerba,” ujarnya.
Gumarang menuturkan, luasan galian C itu sekitar 8 hektare yang memasok ke sejumlah perusahaan perkebunan di Kotim. Selain itu, material galian tersebut sebagian juga diangkut ke luar daerah, seperti Pulang Pisau dan Gunung Mas.
”Setelah kami telurusi, kuat dugaan galian C ini memasok ke kabupaten lain di Kalteng,” ujarnya.
Gumarang mendesak agar Dinas Lingkungan Hidup Kotim segera bertindak melihat praktik penambangan demikian di lapangan. Kemudian melaporkan kepada Bupati Kotim untuk ditindaklanjuti bersama Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Tengah. (ang/ign)