SAMPIT – Keluarga besar Sintar (60) dan Sahari (57) tengah berduka. Salah seorang keluarga mereka, Jamada (44), meninggal dunia 4 Februari lalu karena kecelakaan. Jamada kehilangan nyawanya setelah dihantam sebuah pikap.
Ritual tiwah pun digelar. Upacara keagamaan Hindu Kaharingan itu untuk mengantar roh atau arwah Jamada yang sudah meninggal ke lewu tatau (surga). Kegiatan itu menyedot perhatian masyarakat sekitar. Mereka ramai-ramai mendatangi kediaman Sintar (60) dan Sahari (57), Minggu (25/3).
Ketua Pelaksana Tiwah Daring je Maleng (tiwah satu hari satu malam) Sakura (40) mengatakan, ritual itu dilakukan sejak Sabtu (24/3) dan selesai kemarin. Jamada merupakan anak kedua, laki-laki tertua dari sepuluh bersaudara. Kakaknya itu dihantam pikap saat menyeberang jalan di depan rumah.
Menurut Sakura, untuk kegiatan itu, pihaknya menghabiskan biaya sekitar Rp 80 juta, mulai dari awal hingga selesai.
Dalam ritual kemarin, Sakura yang kini menggantikan posisi Jamada sebagai saudara laki-laki tertua, menyerahkan kepada pisor—orang yang memimpin ritual—untuk mendampingi keluarga mengantarkan saudaranya ke peristirahatan terakhir di sisi Ranying Hatalla (Tuhan).
Dalam ritual itu, keluarga Sakura mengorbankan 14 ekor ternak, terdiri dari 1 ekor kerbau dan 13 babi, serta beberapa ekor ayam kampung. Kerbau diikat dengan rotan pada patung sapundu yang terbuat dari batang kayu ulin, sebelum ditombak. Pihak keluarga mengelilingi sapundu dengan tarian khas, mengikuti lagu daerah dan suara gong serta gendang.
Hingga ritual mencapai puncaknya, tombak panjang secara bergantian digunakan anggota keluarga untuk menombak kerbau yang mengelilingi Sapundu itu hingga darahnya bercucuran, kemudian terjatuh.
Setelah itu, hewan tersebut disembelih. Pihak kemudian menutupnya dengan kain panjang. Ritual dilanjutkan. Pihak keluarga mengelilingi sapundu beberapa kali putaran.
Leger Yudi selaku pisor mengatakan, ritual penutup akan kembali dilanjutkan pada malam hari berupa pembersihan rumah. Dalam ritual terakhir itu, keluarga sekaligus mendoakan almarhum sambil menendang lantai.
”Seperti menumbuk keras dalam lesung,” kata Sakura.
Kepala Desa Penyang Musliadi mengatakan, pemerintah desa sangat mendukung kegiatan itu. ”Kami turut berduka. Semua warga di desa sini erat hubungannya. Ketika ada yang meninggal akan berdatangan,” ujar Musliadi.
Atong perwakilan PT Maju Aneka Sawit (MAS) yang berinvestasi di sekitar desa itu mengatakan, pihaknya turut melestarikan budaya daerah, sehingga hadir dalam acara itu. (mir/ign)