SAMPIT- Tak ada siswa baru, apalagi kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Begitulah kondisi di SMP Miftahuttaqwa di Jalan Attarbiyah Baamang, Sampit.
Tahun ajaran 2018-2019, sekolah swasta itu hanya didatangi satu pendaftar. Pihak sekolah pun terpaksa menunda kegiatan belajar dan mengajar.
”Hanya satu orang, terpaksa kami tunda. Kecuali sudah sampai lima orang, maka bisa kami laksanakan belajar-mengajar,” jelas Kepala SMP Miftahuttaqwa Norhadi saat dikunjungi Radar Sampit, Senin (17/7).
Penundaan penerimaan satu siswa itu bukan tanpa alasan. Menurut Norhadi, ini dilakukan demi kelangsungan kegiatan pembelajaran. Dia khawatir psikologi anak akan terganggu bila belajar sendirian terus menerus.
Saat ini hanya tersisa lima orang siswa kelas 3. Sedangkan kelas 2-nya sudah tidak ada.
”Tahun lalu kami juga hanya kebagian satu siswa, sempat belajar beberapa bulan tapi pindah karena tidak tahan sendirian. Makanya kelas 2 saat ini tidak ada siswanya,” katanya.
Kalaupun satu orang pendaftar tersebut diterima, dari sisi pendanaan sekolah juga dinilai masih berat mengajar satu siswa. Dari jumlah siswa yang ada, bantuan dana biaya operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pun belum cukup.
SMP tersebut saat ini memiliki tiga orang guru honorer, dan satu staf tata usaha. Dibantu sejumlah guru berstatus PNS yang kurang jam mengajarnya.
”Kalau cuma satu siswa baru ditambah lima orang siswa kami, berarti cuma Rp 6 juta dibagi 20 persen, berarti cuma Rp 1,2 juta dari dana BOS. Mana cukup untuk biaya operasional sekolah,” beber Norhadi.
Adanya sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru ternyata tidak mampu mendongkrak jumlah pendaftar di SMP yang dibangun tahun 1981 itu.
”Kami sudah menyebar formulir, mengajak pendaftar yang tidak diterima di sekolah negeri ke sini, tapi mereka tak berminat,” ungkap Santi, salah seorang guru yang mengajar di SMP itu.
Berbagai kemudahan ditawarkan sekolah, di antaranya dengan menggratiskan biaya komite. Demikian halnya dengan seragam sekolah dan OSIS, peserta didik dipersilakan membeli seragam sendiri di luar sekolah.
Warga di lingkungan sekolah yang anaknya tidak lulus seleksi sekolah favorit, malah memilih menyekolahkan anaknya di SMP negeri yang jauh ketimbang di SMP Miftahuttaqwa.
Adanya kabar sekolah negeri yang menerima siswa baru melebihi kuota pemerintah, juga menjadi salah satu kambing hitam bagi SMP Miftahuttaqwa. Belum lagi kabarnya sekolah negeri menerima pendaftaran siswa baru gelombang kedua, dengan menambah ruang kelas.
”Selain itu juga banyak sekolah-sekolah negeri baru di zona yang sama, sehingga kami pun cuma bisa pasrah seperti ini,” ujar Norhadi.
Bila peserta didik baru mampu mencapai lima orang, kemungkinan SMP ini masih bisa panjang umur. Namun, jika masih tidak ada, maka pihak sekolah mengaku pasrah. Hanya menunggu kebijakan dari pemerintah maupun dinas pendidikan.
Sementara pihak dinas pada kesempatan lain menilai, pihak sekolah swasta kurang berinovasi. Bila sekolah swasta berinovasi, maka akan mampu bersaing dengan sekolah negeri.
”Buktinya ada sejumlah sekolah swasta yang justru kuotanya sudah melebihi, tanpa menunggu hasil seleksi yang tidak lulus dari sekolah negeri,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kotawaringin Timur Bima Ekawardhana beberapa waktu lalu.
Terkait soal ini, pihak SMP Miftahuttaqwa mengaku sudah maksimal. Namun bila dituntut soal fasilitas sekolah, SMP tersebut tak bisa lagi berbuat banyak.
”Ruangan belajar kami lengkap, tapi memang sarana seperti lapangan olahraga tidak ada. Ya mau seperti apalagi, pihak yayasan pun tak dapat berbuat apalagi semenjak pengurusnya meninggal dunia,” pungkas Norhadi. (oes/yit)