FASILITAS kesehatan di wilayah pedalaman Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tak lagi kesulitan listrik. Pelayanan lebih maksimal berkat pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dikembangkan dokter yang hobi mengutak-atik alat listrik, Faisal Novendra Cahyanto.
DESI WULANDARI, Sampit
Berstatus sebagai pegawai tidak tetap (PTT) yang direkrut untuk mengisi kekosongan tenaga kesehatan di pedalaman Barito Selatan Kalimantan Tengah (Kalteng) pada 1997 lalu, Faisal sangat memerlukan pasokan listrik. Saat itu, Pemkab Kotim memberikan bantuan PLTS yang hanya sanggup untuk menyalakan kulkas.
Lemari pendingin itu untuk tempat penyimpanan vaksin agar tak rusak. Karena dayanya kecil, Faisal berupaya agar PLTS itu mampu juga untuk menghidupkan lampu dan televisi. Dia tak pernah lelah mengutak-atik alat listrik. Percobaan demi percobaan dilakukannya dengan memanfaatkan tenaga surya itu.
”Percobaan demi percobaan saya lakukan untuk menyalakan lampu di rumah dengan membagi jaringan PLTS untuk kulkas penyimpanan vaksin. Dengan peralatan seadanya, lampu mampu menyala,” tuturnya, Kamis (30/8).
Keberhasilan itu membuat Faisal ketagihan. Dia tertarik mengembangkan PLTS tersebut. Itu dilakukannya sampai dia pindah tugas ke Kota Sampit. Hobi tersebut dijalani Faisal di tengah sedikitnya peminat PLTS. Pasalnya, harganya tidak murah. Per keping panel suryanya dijual sekitar Rp 5 juta.
”Kalimantan ini sangat berlimpah energi surya. Akan tetapi, jarang yang memanfaatkan dan mengembangkannya untuk menjadi sumber listrik,” ujar pria yang kini menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kotim ini.
Menurut Faisal, modal awal pengembangan PLTS itu memang besar. Namun, sangat menguntungkan di masa depan. Dia bisa menghemat pengeluaran untuk listrik. Perawatannya juga mudah. Selain itu, meski listrik PLN padam, rumahnya tak terpengaruh.
Faisal terus mengembangkan PLTS itu di Sampit. Saat ini, di rumahnya sudah ada jaringan listrik PLTS dengan kapasitas daya mulai dari yang tinggi 5.000 watt, medium 1.000 watt, dan rendah 100-150 watt.
”Daya tinggi ini mampu menyalakan televisi, AC, kulkas, lampu, mesin air, setrika, dan peralatan rumah tangga lainnya. Memang sengaja saya pasang tiga jaringan. Jadi, minimal kalau listrik umum padam, listrik di rumah saya masih menyala,” ujarnya.
Peralatan yang diperlukan untuk memanfaatkan PLTS itu, di antaranya panel surya, kontroler, aki, dan inverter. Instalasi jaringan listrik di rumah tangga sesuai dengan keinginan pemilik rumah dan kekuatan jaringan PLTS yang dimanfaatkan.
Zaman yang kian berkembang, tuturnya, membuat pemanfaatan dan pengembangan PLTS ini tak lagi sulit. Dalam empat tahun terakhir, dia menularkan terobosannya dalam pemanfaatan PLTS untuk digunakan di puskesmas dan pustu di wilayah pedalaman Kotim.
”Setelah saya berhasil memanfaatkan PLTS ini, saya mencoba membantu satu puskesmas yang belum ada jaringan listrik untuk memanfaatkan energi PLTS ini,” katanya.
Puskesmas itu berada di Bukit Santuai, Kecamatan Bukit Santuai. Letaknya di wilayah utara, pedalaman Kotim. Belum ada jaringan listrik PLN yang masuk. Setelah empat tahun memanfaatkan PLTS, petugas kesehatan di puskesmas itu bisa bekerja dengan baik untuk melayani masyarakat.
”Selain di puskemas, PLTS ini dipasang juga di perumahan dinas petugas kesehatan. Dengan demikian, meski di pedalaman, mereka tetap betah bekerja, karena masih bisa menggunakan listrik,” katanya.
Hal yang sama juga dilakukan di pustu desa wilayah pedalaman. Desa di wilayah utara yang tidak terdapat jaringan listrik biasanya jaraknya cukup jauh. Rata-rata sekitar lima jam perjalanan darat. Banyak yang memanfaatkan tenaga surya untuk penerangan dan aktivitas pelayanan. Tercatat sebanyak 20 pustu yang telah memanfaatkan PLTS tersebut.
”Saya memang bukan penemu PLTS ini. Namun, saya berupaya berinovasi dan memanfaatkan listrik yang diperoleh dari energi panas matahari ini untuk kepentingan pelayanan kesehatan di wilayah tempat saya bertugas,” ujarnya.
Menurut Faisal, energi yang diperoleh secara gratis itu harus bisa dimanfaatkan dan dibagi untuk sesama. Apalagi dia juga sudah mampu memanfaatkan sumber listrik tegangan rendah 100-150 watt, sehingga dapat dimanfaatkan rumah tangga untuk menghemat listrik. Daya rendah itu bisa digunakan untuk menyalakan laptop, mengisi daya telepon genggam, menyalakan lampu, dan televisi.
”Saya ingin inovasi ini juga dapat dimanfaatkan masyarakat. Sebab, saat ini, untuk daya rendah seluruh peralatan komponen PLTS, harganya di bawah Rp 5 juta. Hampir sama dengan biaya pasang listrik PLN,” jelasnya.
Masyarakat yang tinggal di wilayah pedalaman, dapat memanfaatkan PLTS itu untuk sumber penerangan. Sebab, energi listrik dari tenaga surya itu sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Bahkan, sangat ramah lingkungan dan aman. (***/ign)