SAMPIT – Sudah 106 kali donor darah. Itulah capaian Agus Mulyadi sehingga diganjar penghargaan oleh Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi. Penghargaan diserahkan di Stadion 29 November sampit saat HUT ke-73 Kemerdekaan RI.
Sebelumnya, Agus rutin donor 2,5 bulan sekali. Sekarang dia donor tiga bulan sekali karena kantong darah lebih besar, dari 250 ml menjadi 300 ml.
“Sekarang diprogramkan untuk 3 bulan sekali. Kalau tidak bisa mendonor karena stok darah penuh di Sampit, saya pergi ke Unit Donor Darah (UDD) PMI Palangka Raya yang bisa menerima pendonor setiap hari selama 24 jam. Kadang donor bisa tengah malam,” ucapnya.
Agus mengatakan bertekad untuk terus mendonorkan darahnya hingga seumur hidup. Agus juga mengatakan bahwa kesibukan pekerjaan bukanlah halangan untuk terus mendonorkan darah.
“Efek dari mendonorkan darah, kadang kadang memang merasakan badan lemah. Esok hari sudah seperti biasa lagi. Alhamdulillah, selama rutin mendonor saya merasakan selalu sehat, meskipun aktivitas sejak subuh hingga malam hari,” kata pria yang bekerja di BPBD Kotim ini.
Agus Mulyadi mengaku diajarkan untuk membantu orang lain tanpa memandang kenal ataupun tidak. Donor darah juga membuat badan sehat, sirkulasi darah stabil, menenangkan pikiran dan meningkatkan stamina karena dipicu dengan produksi darah baru, dan meningkatkan konsentrasi.
Semenjak bergabung dengan PMI Kotim, banyak hal positif yang ia dapatkan. Rekan-rekannya kerap membahas aksi aksi sosial meskipun tanpa ada dukungan dana dari manapun.
“Selalu ada saja yang hadir di markas laksana pegawai atau karyawan yang bekerja di kantor walaupun tidak mendapatkan finansial,” katanya.
Agus menuturkan, ia dan rekan-rekannya terlibat dalam tim kesehatan ketika terjadi bencana, seperti peristiwa kerusuhan Sampit dan Tsunami Aceh.
“Ini membuat semangat berbuat sebisanya untuk kemanusiaan,” ungkapnya.
Awal mula donor darah bermula saat dirinya memasuki sekolah kesehatan yaitu SPK Sampit. Kelas II, dia magang di rumah sakit tahun 1985. Waktu itu, pegawai rumah sakit mencari darah golongan O untuk pasien yang akan dioperasi. Keluarga pasien mesti mencari orang yang bersedia donor.
Petugas laboratorium memanggil Agus untuk donor karena golongannya sama. Awalnya Agus takut. Karena tidak ada yang donor, akhirnya dia memberanikan diri.
”Saya membayangkan jika itu terjadi pada diri saya atau keluarga. Akhirnya saya nekat untuk mencoba membantu sebagai pedonor, ternyata darah saya cocok dan keluarganya senang dan berterimakasih mau menolong saudaranya yang operasi sehingga sehat,” cerita Agus.
Kala itu dia mendonor hanya saat diperlukan, tergantung pada permintaan. Dia diajari oleh Ketua PMI bahwa mendonor itu adalah tindakan yang mulia karena dapat menyelamatkan jiwa orang.
“Saya kemudian diajak untuk bergabung PMI, di sana sebagai anggota PMI dituntut untuk dapat menjadi contoh menolong sesama, tanpa mengharapkan apapun,” ujarnya.
Semasa sekolah, Agus mengaku sering menjadwalkan donor dengan menyesuaikan dengan jadwal ujian sekolah. ”Ternyata selama saya mendonor nilai prestasi sekolah saya sangat memuaskan dibandingkan dengan teman-teman,” ungkapnya. (hgn/yit)