PULANG PISAU- Pj Bupati Pulang Pisau Hj Sunarti mengatakan bahwa sektor perkebunan mempunyai peran yang strategis dalam perekonomian. Perkebunan mampu menyerap banyak tenaga kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan ekspor.
Dia menjelaskan, pengelolaan perkebunan di Kalimantan Tengah diatur Perda Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan. Pada tahun 2014 ada tiga Peraturan Gubernur yang berkaitan dengan pola kemitraan, penanganan, dan penyelesaian konflik usaha perkebunan serta perlindungan kawasan konservasi pada areal usaha perkebunan di Kalimantan Tengah.
Dalam perda dan kebijakan yang sudah dibuat tersebut, ada harapan terkait penanganan dan penataan kembali konteks pengelolaan perkebunan ke arah yang lebih baik, tetapi masih belum optimal dalam pelaksanaannya.
”Sehingga berdampak pada berbagai sisi, seperti keamanan investasi, kelanjutan pembangunan, perlindungan lingkungan hidup, peningkatan ekonomi, permasalahan sosial dan peningkatan produksi,” ujar Sunarti.
Berdasarkan data BPS Ditjenbun Tahun 2017, dari total nilai ekspor pertanian sebesar US$33,05 miliar, sektor perkebunan menjadi penyumbang terbesar nilai total ekspor yaitu sebesar US$31,8 miliar atau sebesar 96,36 persen.
Tanaman kelapa sawit merupakan penyumbang ekspor terbesar pada sektor perkebunan dengan total eskpor minyak kelapa sawit (CPO) pada tahun 2017 sebesar 37,81 juta ton dengan luas kurang lebih 14 juta hektare dan mampu menyerap tenaga kerja 6,73 juta.
“Di Kabupaten Pulang Pisau sendiri luas perkebunan kelapa sawit baru mencapai 4.163 hektare, dengan berbagai macam persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dalam pengelolaan perkebunan tersebut,” ujar Sunarti.
Tantangan yang perlu diperhatikan dan segera ditangani untuk pengelolaan perkebunan kelapa sawit tersebut yaitu keterbatasan modal untuk pemenuhan sarana produksi (saprodi).
“Tingginya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan kualitas bibit yang tidak sesuai anjuran menyebabkan mutu hasil perkebunann belum memenuhi standar SNI, sehingga agro industri belum bisa berkembang. Selain itu, kurangya SDM dan kelembagaan petani yang belum optimal serta bencana kebakaran lahan menjadi penyebab terhambatnya pemaksimalan hasil perkebunan kelapa sawit,” jelasnya.
Sunarti menuturkan, pemerintah mempunyai peran dan kewajiban memberikan fasilitas, bimbingan, dan pendampingan agar petani mempunyai akses pada berbagai kemudahan yang diperlukan dan mampu mewujudkan langkah-langkah penerapan dalam mengelola perkebunan kelapa sawit, sehingga para petani lebih mudah menghadapi tantangan dan isu-isu persoalan sektor perkebunan yang berkembang saat ini dan bisa menjadi lebih baik. (rm-91/yit)