SAMPIT – Kasman dan istri menjalani masa tua yang berat. Pria 80 tahun ini kehilangan penglihatan karena penyakit katarak. Sementera itu istrinya, Sukinem, lumpuh kaki sejak dua tahun lalu. Hidup mereka semakin pilu lantaran harus merawat anak angkatnya, Rusmanto, yang cacat mental.
Warga Jalan Perca Sampit ini pernah menjalani operasi katarak. Namun, penglihatannya tetap memudar hingga sekarang buta total. Kasman kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. Bahkan sekadar mandi saja, Kasman harus diarahkan istrinya.
Ketika ingin membeli sesuatu ke warung, Kasman hanya bisa duduk di depan rumah seraya menunggu tetangga lewat. Ketika ada yang lewat, dia meminta tolong tetangganya untuk membelikan barang ke warung.
Kasman punya keinginan operasi lagi, agar bisa melihat. Namun uangnya sudah tidak ada. Sisa tabungannya hanya cukup untuk membeli makanan sehari-hari. Terkadang pria yang pernah bekerja di kantor Bupati Kotim tahun 1997 hingga 2001 ini kehilangan uangnya. Mata buta sering kali menyulitkan Kasman mencari uangnya.
”Kadang kepala saya terbentur kaca ketika ingin keluar rumah, karena tidak bisa melihat arah pintu keluar. Mudah-mudahan ada bantuan dari pemerintah,” kata Kasman, Sabtu (29/9).
Sementara itu Sukinem yang lumpuh hanya bisa duduk di kursi roda. Meski tak bisa jalan, paling tidak, dia bisa menjadi mata suaminya. Dia sering membantu mengarahkan suaminya jika ingin mandi atau sekadar ke depan rumah.
Sukinem menderita kelumpuhan semenjak dua tahun silam setelah jatuh di kamar mandi. Kini Sukinem tidak bisa lagi melakukan pekerjaan rumah atau sekadar memasak untuk suami dan anaknya.
Selain Kasman dan Sukinem, juga ada Rusmanto. Dulu, Rusmanto adalah bayi kembar. Satu dirawat Kasman sejak lahir, sedangkan satu bayi ikut ibu kandungnya yang bekerja sebagai guru. Sementara ayah bayi kembar meninggal.
”Anaknya kembar dan salah satunya diberikan ke kami. Satu tahun sekali ketika lebaran, ibunya berkunjung memberikan uang untuk anaknya,” ujarnya.
Pasangan asal Solo, Jawa Tengah, ini sebenarnya memiliki kontrakan. Meski banyak yang ngontrak, namun banyak juga yang tidak bayar dan melarikan diri.
”Karena saya sudah tidak bisa merawat kontrakan lagi, kontrakannya sekarang sudah tidak digunakan lagi,” Tutur Sukinem.
Kasman dan Sukinem tidak memiliki sanak saudara di Sampit. Semua sanak saudara berada di Jawa sehingga tidak ada yang mengurusinya. Bahkan ketika hujan mengguyur, rumah Kasman kebanjiran. “Kadang kita tidur di atas genangan air,” kata Kasman.
Kondisi ini pun mendapat perhatian salah satu koperasi di Sampit. Koperasi membantu keluarga Kasman berupa perbaikan lantai rumah sehingga sekarang tidak lagi kebanjiran. Koperasi juga memberi bantuan dengan menyediakan seorang asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah serta menyiapkan makanan. “Biasanya datang pagi dan sore hari,” lanjut Kasman.
Ketika ingin membeli sesuatu di warung, Kasman duduk di depan rumah. Dia sekadar menunggu tetangga lewat untuk memminta tolong membelikan sesuatu. (rm-94/yit)