SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Senin, 29 Oktober 2018 17:14
MINIM PEMINAT!!! Formasi Dokter Paling Merana
ILUSTRASI.(NET)

SAMPIT–Jumlah pelamar calon pegawai negeri sipil yang berjibun tidak menjamin semua formasi terisi. Formasi untuk dokter di sejumlah daerah justru tidak mendapat peminat. 

Contohnya, Kabupaten Kotawaringin Timur terdapat tiga formasi dokter spesialis anak, dua dokter spesialis penyakit dalam, satu dokter spesialis obgyn, satu dokter spesialis rehabilitasi medik, dua dokter umum, dan delapan dokter gigi yang tanpa pelamar.

Sementara itu di Katingan terdapat empat formasi dokter umum, 10 formasi dokter gigi, tiga formasi perawat gigi tanpa pelamar. Hal yang sama juga terjadi di semua kabupaten di Kalimantan Tengah. Hingga penutupan pendaftaran pada 15 Oktober 2018, lowongan dokter gigi maupun dokter spesialis itu sepi peminat. 

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Kotawaringin Timur dr Ikhwan Setiabudi SpPK mengatakan, ada beberapa faktor penyebab minimnya pelamar formasi dokter, baik itu dokter umum, dokter spesialis, maupun dokter gigi.

Minimnya keberadaan rumah sakit swasta di daerah membuat dokter spesialis enggan daftar di daerah. Sebab, dokter spesialis hanya akan mengandalkan pekerjaan di satu rumah sakit milik pemerintah daerah untuk praktik. Sedangkan jika bekerja di kota besar, dokter spesialis bisa praktik di tiga rumah sakit berbeda maupun praktik pribadi.

”Kalau spesialis bedah tidak akan laku jika buka praktik pribadi, karena tindakan bedah kebanyakan dilakukan di rumah sakit. Kalau hanya praktik di satu rumah sakit, pasti pikir-pikir untuk ke daerah,” katanya.   

Kebijakan pemerintah melakukan rekruitmen secara serentak di seluruh Indonesia juga menjadi salah satu faktor penyebab sepinya pelamar dormasi dokter. Lowongan di kota-kota besar jauh diminati daripada lowongan di daerah.  Pelamar akan lebih memilih lokasi yang terjangkau dan fasilitas yang memadai. Sebab, mereka juga harus memikirkan keluarganya dan pendidikan anak-anaknya.

”Semestinya rekrutmen tenaga kesehatan tidak dilakukan serentak. Jadi ketika di satu kota tidak diterima, pelamar bisa mencoba tes di daerah lain,” ujarnya.   

Untuk mengatasi ini, kata Ikhwan, pemerintah membuat kebijakan yang mendorong pemerataan dokter di seluruh Indonesia. Salah satunya melalui program wajib kerja dokter spesialis (WKDS). Selain itu, pemerintah daerah juga bisa memberikan beasiswa terikat kepada putra daerah untuk menempuh kuliah kedokteran. Setelah lulus, yang bersangkutan wajib mengabdi di daerah asal.

Sementara itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Katingan Agnes Nissa Paulina menyoroti banyaknya formasi dokter gigi yang kosong. Enam formasi dokter gigi di Kotawaringin Barat tanpa pelamar, Kabupaten Gunung Mas 15 formasi, Kotawaringin Timur 8 formasi, Katingan 10 formasi, Kapuas 3 formasi. Padahal keberadaannya sangat dibutuhkan, mengingat di Indonesia, jumlah rasio ideal antara dokter gigi dengan penduduknya adalah 1 banding 9.000. Namun karena masih kurangnya tenaga dokter gigi di Indonesia, rasio itu membengkak hingga 1 berbanding 24.000. Kondisi memprihatinkan ini masih ditambah dengan belum meratanya persebaran dokter gigi, di mana 70 persennya masih terpusat di Pulau Jawa. 

"Ini merupakan fenomena yang belum kita ketahui dengan jelas kenapa di daerah sangat minim peminatnya, padahal formasinya sudah disiapkan. Ini sebenarnya menjadi pekerjaan rumah bagi kami semua, baik di pusat, provinsi hingga kabupaten," ungkap Agnes Nissa Paulina di sela-sela menghadiri Muktamar IDI ke-30 di Samarinda, Jumat (26/10).

Selain gaji pokok, para dokter umum maupun gigi juga mendapat tunjangan kelangkaan profesi yang dibayarkan bersamaan dengan tunjangan kinerja.  "Minimnya pelamar juga bukan dikarenakan wilayah penempatan yang tergolong pelosok. Sebab di Puskesmas Kasongan II yang notabene berada di ibukota kabupaten dan semua fasilitas tersedia juga tidak ada pelamar satupun," imbuhnya.

Berdasar pengamatannya, faktor lain yang ikut memengaruhi minimnya pelamar yakni terkait kelengkapan sarana dan prasarana fasilitas pendukung, terutama jaringan komunikasi dan listrik. Kemudian jika ditempatkan di wilayah pedalaman, maka akan menumpulkan keahlian mereka sebab pasiennya mungkin tidak sebanyak di kota besar.  

"Bagaimana mereka mau operasi gigi secara laser misalnya kalau listriknya saja tidak ada, lalu bagaimana mereka mau bekerja. Kalau sebatas cabut atau tambal gigi maka kapasitas seorang perawat gigi juga boleh melakukan. Hal ini berbanding terbalik dengan pelamar formasi dokter umum yang hampir terisi pelamar, terutama di wilayah yang terjangkau jalan darat," jelasnya.

Sejauh ini belum ada satupun warga Kabupaten Katingan yang berprofesi sebagai seorang dokter gigi. Namun mahasiswa yang mengambil jurusan dokter umum cukup banyak. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor minimnya pelamar tersebut.  

"Contohnya dokter Patrick yang mengambil formasi dokter umum di Puskesmas Tumbang Kaman Kecamatan Sanaman Mantikei. Dia ini adalah warga asli desa tersebut, faktor-faktor kedekatan seperti inilah yang mungkin menjadi pertimbangannya mengabdikan diri kembali ke tempat asalnya," kata Agnes.

Secara umum jumlah dokter gigi di Indonesia relatif sedikit dan sebagian besar terpusat di kota-kota besar. Mereka lebih memilih bekerja di instansi swasta seperti rumah sakit milik perusahaan dan lain-lain.

Menurutnya, dalam kasus ini pembatasan usia bagi pelamar CPNS bukan menjadi faktor utama. Sebab profesi dokter secara nasional memang sangat dibutuhkan, sehingga mereka tidak sulit mencari kerja sesaat menyelesaikan pendidikannya.

"Kalau terkait pembatasan usia mungkin berdampak besar bagi para perawat atau bidan, tapi kalau dokter saya rasa tidak. Apalagi rata-rata pelamar dokter umum di Katingan berusia 24 sampai 25 tahun, artinya masih cukup muda," katanya.

Nihilnya dokter gigi pada rekrutmen CPNS tahun ini bakal menambah panjang pekerjaan rumah pemerintah daerah. Hal itu berdampak besar bagi sistem akreditasi, terutama menyangkut kecukupan SDM yang harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Puskesmas, seperti memiliki dokter gigi, analis laboratorium, dan lain sebagainya.

"Sejauh ini seluruh puskesmas berlomba-lomba mempersiapkan diri untuk kepentingan akreditasi, jika ada elemen yang tidak terpenuhi maka berdampak besar terhadap penilaian hasil akreditasi. Kita sudah kirim surat permohonan ke Dinas Kesehatan terkait ketiadaan dokter gigi itu dan ini menjadi PR kita sampai tahun 2021 atau ketika pelaksanaan reakreditasi nanti," tuturnya.

Meskipun gagal mendatangkan dokter gigi, namun pihaknya terus berupaya dengan membuka lowongan tenaga kontrak bahkan jauh-jauh hari sebelum informasi dibukanya penerimaan CPNS tahun 2018. Agenda itu merupakan buah kerja sama antara organisasi IDI, PDGI, dan Pemkab Katingan.

"Usaha sebenarnya sudah kami lakukan jauh sebelumnya, namun sampai saat ini lowongan tersebut belum juga ada yang mendaftar. Terkait persoalan ini, kami mengimbau agar berbagai fasilitas dilengkapi lebih dahulu dengan harapan mampu memikat para dokter gigi mau ke Katingan," usulnya.

Kepala Puskesmas Kasongan II itu sependapat, apabila ada gagasan bahwa pemerintah daerah harus membiayai para pelajar berprestasi dan berkemauan untuk berkuliah di jurusan dokter gigi. Langkah tersebut dianggap strategis, mengingat sejauh ini belum ada satupun warga Katingan yang berprofesi sebagai dokter gigi.

"Saya sangat setuju sekali kalau ada gagasan seperti itu, karena mereka ini adalah aset jangka panjang. Tentu beasiswa yang diberikan harus ada MoU, jadi setamatnya sekolah mereka harus kembali ke Katingan," pungkasnya. (yit/agg)

 


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers