PANGKALAN BUN – Warga Desa Karang Mulya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), kecewa dengan vonis bebas Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun terhadap Sutrimo (65). Pria itu diduga memberi keterangan palsu pada notaris dalam pembuatan sertifikat tanah.
Putusan itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun pada sidang putusan, Senin (26/11).
”Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan JPU. Mengembalikan hak-hak terdakwa dalam kemampuan harkat dan martabatnya,” kata Ketua Majelis Hakim Imam Suroso didampingi dua hakim anggota M Ikhsan dan Mantiko saat membacakan vonis di ruang sidang PN Kobar.
Padahal, dalam agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kobar, beberapa waktu lalu, Sutrimo dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan cucunya sendiri yang seharusnya sebagai ahli waris yang masih hidup dan memiliki hak atas tanah seluas dua hektare tersebut.
”Sesuai dakwan sebelumnya menggunakan Pasal 266 ayat 1 KUHP yang berbunyi Barang siapa menyuruh masukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarnanya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keteranganya sesuai dengan kebenaran,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kobar, Farida saat membacakan tuntutan di PN Kobar, Rabu (17/10) lalu.
Selanjutnya, sesuai fakta dalam persidangan atas keterangan sejumlah saksi, terdakwa dianggap memberikan ketarangan palsu kepada Notaris Nurhadi yang menyatakan ahli waris golongan satu atas kepemilikan tanah seluas dua hektare itu sudah tidak ada dan susah dihubungi.
Farida melanjutkan, ternyata keterangan tersebut bohong, karena ahli waris golongan satu atas kepemilikan tanah seluas dua hektare tersebut masih hidup.
”Yang memberatkan terdakwa telah memberikan keterangan palsu ke notaris. Kemudian yang meringankan, terdakwa selama sidang berperilaku sopan dan usia juga sudah tua. Oleh karena itu, terdakwa dituntut dua bulan 15 hari (75 hari),” ujar Farida.
Dalam tuntutan tersebut, sejumlah warga Desa Karang Mulya yang terus mengawal kasus ini sempat kecewa. Sebab, ancaman maksimal Pasal 266 Ayat 1 adalah 7 tahun penjara.
”Ini cuma dituntut 2 bulan 15 hari. Sepertiga dari ancaman maksimal saja tidak ada. Padahal, dengan memberikan keterangan palsu kepada notaris, Sutrimo telah marampas hak atas tanah seluas 2 hektare yang seharusnya dimiliki sang cucu, Doni dan Ibunya. Sekarang malah divonis benas oleh majelis hakim,” kata warga Desa Karang Mulya, Agus Sutiono yang terus mengikuti persidangan.
Sidang putusan awalnya diagendakan pukul 13.00 WIB, Senin (26/11), namun molor. Hingga sekitar pukul 17.00 WIB baru dilaksanakan. Bahkan, sempat ada insiden, salah seorang jurnalis dari MNC Media yang akan melakukan peliputan sidang tersebut sempat dihalangi oknum petugas keamanan PN Pangkalan Bun.
”Saya tidak diperbolehkan masuk. Satpam yang bilang tak boleh masuk karena tidak diperbolehkan Hakim,” kata Sigit, jurnalis MNC TV.
Setelah berdebat panjang, akhirnya awak media diperbolehkan masuk dan meliput sidang vonis Sutrimo yang putusannya mengagetkan tersebut. (jok/sla/ign)