KELOMPOK tani (poktan) Usaha Bergulir Desa Eka Bahurui Kecamatan Mentawa Baru (MB) Ketapang merupakan salah satu kelompok yang mampu menaikkan gengsi desa itu di bidang pertanian pada lomba desa tingkat nasional 2013 lalu. Akan tetapi, perhatian atas perjuangan mereka hingga kini seakan-akan terhenti.
ARIFIN, EKA BAHURUI
Kotawaringin Timur (Kotim) sekitar tahun 2013 begitu bersinar di tingkat nasional pada lomba desa. Sebagai perwakilan Kalimantan Tengah (Kalteng), Desa Eka Bahurui mampu memposisikan diri menjadi juara harapan ketiga atau juara enam, mengalahkan beberapa provinsi lain di Indonesia.
Kemenangan itu disambut dan dirayakan dengan pesta rakyat begitu meriah yang dipusatkan di halaman kantor Desa Eka Bahurui. Masyarakatnya disuguhkan dengan beragam kegiatan, serta makanan dan minuman sebagai wujud kebanggaan bahwa desa tersebut mampu mengharumkan Kalteng umumnya dan khususnya Kotim, karena berhasil meraih prestasi di tingkat nasional.
Di balik semua kegembiraan itu, ada sosok sejumlah orang yang sejatinya memegang peranan penting yang terabaikan, yakni para petani. Pasalnya, nilai tertinggi pada lomba desa salah satunya mengenai pertanian, yang tentu saja para petanilah yang membuat penilaian itu tinggi.
”Setelah Eka Bahurui meraih juara nasional, kami para poktan seakan-akan dilupakan. Padahal kita para petani salah satu yang berjuang dan mendukung suksesnya desa ini meraih juara, mulai tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional,” kata Ketua Poktan Usaha Bergulir Desa Eka Bahurui, Sugito ketika Radar Sampit bertandang di kediamannya di jalur empat, Selasa (19/1) siang.
Dia menceritakan, banyak pengorbanan yang telah dilakukan petani sayuran, mulai menyiapkan segala sesuatu demi suksesnya penilaian dari tim baik tingkat kabupaten, provinsi bahkan nasional. ”Terus terang, kami merasa kecewa berat karena kami sekarang kurang perhatian. Seakan-akan perjuangan kami tak berbalas jasa,” keluh pria yang berprofesi jadi petani ini sejak 1996 silam ini.
Lalu apa yang mereka harapkan? Mantan sopir ini mewakili kelompoknya mengaku tidak meminta muluk-muluk. Mereka hanya menginginkan pemerintah kabupaten melalui dinas terkait agar memperhatikan infrastruktur jalan menuju ke areal pertanian dan fasilitas penunjang lainnya.
”Banyak keluhan-keluhan petani yang telah disampaikan tapi banyak juga yang tidak digubris. Salah satu penyanggah sayuran di Kota Sampit ada di Desa Eka Bahurui tapi sarana dan prasarana dasar tidak pernah dipenuhi seperti jalan pertanian jika hujan sulit dilewati,” ujarnya.
Sugito menuturkan, hampir saban malam Desa Eka Bahurui mengeluarkan sayuran antara 4-5 ton. Sayuran itu didistribusikan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sayur di Kota Sampit bahkan di luar Kotim. Hampir semua jenis sayuran di Desa Bahurui tersedia, mulai dari cabai, pare, jagung manis, kacang panjang, terong, tomat, buncis maupun daun prai atau daun bawang, kecuali kentang yang tidak bisa ditanam di atas tanah gambut. (***/ign)