SAMPIT – Peserta JKN-KIS hanya boleh naik kelas maksimal 1 tingkat di atas hak kelasnya. Peserta wajib menanggung selisih biaya kenaikan kelas. Ini diatur dalam Permenkes Nomor 51 Tahun 2018.
”Sebelumnya berdasarkan aturan yang lama pasien BPJS boleh naik kelas tanpa ketentuan, tetapi dengan adanya aturan baru ini pasien yang hak kelas 3 maksimal hanya boleh naik ke kelas 2, pasien dengan hak kelas 2 hanya boleh naik ke kelas 1 begitu pula dengan pasien hak kelas 1 hanya boleh naik ke kelas VIP. Jadi, ketika pasien BPJS mengusulkan untuk naik kelas dia juga harus membayar selisih biaya,” kata Direktur RSUD dr Murjani Sampit Denny Muda Perdana, Sabtu (19/1).
Kenaikan kelas perawatan atas permintaan sendiri ini tidak berlaku bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI), peserta yang iurannya dibayar pemerintah daerah dan pekerja penerima upah yang mengalami PHK serta anggota keluarganya.
Dalam aturan permenkes yang baru ini, Kemenkes tidak melarang peningkatan hak kelas rawat inap di rumah sakit tetapi ada konsekuensinya pasien yang bersangkutan harus menanggung selisih biaya dan hanya boleh naik 1 kelas. Bagi pasien hak kelas 1 yang mengusulkan naik ke kelas VIP maka selisih biaya maksimal 75 persen dari tarif CBG kelas 1. Sedangkan, bagi pasien kelas 3 yang naik ke kelas 2 atau kelas 2 naik ke kelas 1 maka peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INACBG antar kelas. Sementara untuk rawat jalan, peserta harus membayar selisih biaya maskimal paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak sebesar Rp 400 ribu per kunjungan.
Lebih lanjut Denny menuturkan, fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang dikenai urun biaya dan atau selisih biaya beserta estimasi besarannya kepada peserta.
“Nantinya peserta JKN-KIS atau pasien BPJS atau keluarganya harus memberikan persetujuan kesediaan membayar urun biaya dan selisih biaya sebelum mendapatkan pelayanan, untuk itu informasi ini wajib kita sosialisasikan agar tidak menjadi kesalahpahaman bagi peserta JKN-KIS,” ujarnya.
Ditambahkannya, pihaknya mendukung pelaksanaan aturan Permenkes Nomor 51 Tahun 2018 namun tidak menutup kemungkinan hal ini akan menjadi tantangan bagi RSUD dr Murjani karena kemungkinan akan menuai persoalan.
Misalkan ada pasien BPJS kelas 2, tetapi hanya tersisa ruangan kelas 3, maka pasien sementara waktu bisa dirawat di kelas 3. Tetapi di hari berikutnya ketika ruang tersedia, pasien diusulkan untuk dipindah ke kelas 2 atau kelas 1. ”Ini pernah kita alami dan pasien yang bersangkutan dapat memahami itu,” katanya.
Sementara itu Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf menerangkan, dalam Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018, jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan dalam Program JKN-KIS tersebut ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Ketentuan urun biaya tersebut diberlakukan bagi jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam Program JKN-KIS. Adapun penetapan jenis-jenis pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan usulan dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.
”Saat ini urun biaya memang masih belum diberlakukan, karena masih dalam proses pembahasan jenis pelayanan apa saja yang akan dikenakan urun biaya. Tentu usulan itu harus disertai data dan analisis pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya Kementerian Kesehatan membentuk tim yang terdiri atas pengusul tersebut, serta akademisi dan pihak terkait lainnya, untuk melaksanakan kajian, uji publik, dan membuat rekomendasi,” ucap Iqbal dalam Diskusi Media di BPJS Kesehatan Kantor Pusat, Kamis (17/01).
Iqbal mengatakan, fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang dikenai urun biaya dan estimasi besarannya kepada peserta. Ke depan, peserta atau keluarganya harus memberikan persetujuan kesediaan membayar urun biaya sebelum mendapatkan pelayanan. Aturan besaran urun biaya tersebut berbeda antara rawat jalan dengan rawat inap.
”Nantinya untuk rawat jalan, besarannya Rp 20.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas A dan RS kelas B, Rp 10.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di RS kelas C, RS kelas D, dan klinik utama, serta paling tinggi Rp 350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu 3 bulan. Perlu diperhatikan, nominal ini terbilang kecil daripada total biaya pelayanan yang diperoleh peserta,” jelas Iqbal.
Sedangkan untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10% dari biaya pelayanan, dihitung dari total tarif INA CBG’s setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta.Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi besaran urun biaya tersebut. Urun biaya dibayarkan oleh peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan.
”Ketentuan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah,” tegas Iqbal. (hgn/yit)