KUMAI – Warga pesisir pantai di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat sempat dikejutkan dengan surutnya air laut yang tak biasa. Fenomena alam itu langsung membuat heboh dan menimbulkan berbagai asumsi yang belum tentu kebenarannya.
Salah satunya ada yang menghubungkan dengan dugaan akan terjadinya tsunami di kawasan tersebut
Surutnya muka air laut itu dilaporkan warga terlihat dari kawasan Pantai Kubu, Teluk Bogam hingga Pantai Keraya.
Mardi, salah seorang pengunjung Pantai Kubu mengatakan bahwa surutnya air laut memang tidak seperti biasanya. Tapi selama hampir dua jam di lokasi itu dia dan keluarganya tidak melihat adanya tanda-tanda tsunami.
“Airnya memang surut cukup panjang ke tengah. Kami sekeluarga sempat takut kalau ada tsunami, namun sampai sekitar dua jam di pantai tidak terjadi apa-apa, bahkan sampai mau pulang juga aman,” katanya.
Hal serupa juga dikatakan Gunawan, salah seorang warga Desa Keraya, Kecamatan Kumai ini mengatakan bahwa surutnya air laut sudah terjadi pada Selasa (22/1) siang dan kembali terulang pada Rabu (23/1) kemarin.
“Itu sudah dari kemarin, tapi tidak terjadi apa-apa. Memang tingkat surutnya air tidak seperti biasa. Saat malam hari air kembali normal,” terangnya.
Ia menuturkan bahwa tingkat surut di kawasan Pantai Teluk Bogam dan Keraya juga cukup jauh, bahkan perahu dan kapal ukuran sedang yang biasa tambat di pantai ikut kandas akibat kejadian itu.
“Kalau perahu nelayan memang dipinggiran, tapi kapal ukuran sedang yang biasa mencari ikan dan lego jangkar agak ke tengah juga ikut kandas,” ungkapnya
Terkait fenomena alam tak biasa yang dialami warga Kumai, Kepala BMKG Stamet Iskandar Pangkalan Bun Slamet Riyadi mengatakan bahwa kejadian itu diakibatkan oleh pengaruh supermoon. Menurutnya hal itu biasa terjadi dan bukan merupakan tanda-tanda akan terjadinya tsunami. Saat ini kondisi bumi dan bulan berada pada titik terdekat (perige)
“Saat ini sedang terjadi purnam perige, ukuran bulan lebih besar 14 persen dari saat purnama apoge. Demikian juga tingkat kecerlangannya akan bertambah 30 persen. Efek purnama perige ini yang paling jelas terlihat adalah pada pasang surutnya air laut yang secara umum akan lebih besar daripada biasanya,” terangnya.
Namun hal ini, lanjutnya, tergantung pada kondisi topografi pantai dan tipe pasang surut di pantai tersebut. “Kondisi perige ini jarak bumi dan bulan sekitar 363.000 kilometer, sedangkan apogee sekitar 405.000 kilometer,” katanya.
Selain itu kejadian surutnya pantai disuatu tempat juga akan berbanding terbalik dengan wilayah lain. “Jadi ketika di daerah lain pasang, otomatis daerah lainnya akan surut,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa dari laporan BMKG Stasiun Maritim Tanjung Mas Semarang, wilayah pantai di Kobar memang mengalami surut yang cukup besar saat siang hari dan akan kembali normal pada malam hingga tengah malam menjelang dini hari. (sla)