SAMPIT - Jumlah kontraktor yang terdaftar dalam Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional Indonesia (Gapeknas) Kabupaten Kotawaringin Timur menyusut tajam. Hal serupa juga terjadi pada Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kabupaten Kotawaringin Timur. Ketidakberpihakan pemerintah daerah maupun persoalan sumber daya manusia (SDM) disinyalir menjadi penyebabnya.
Ketua Gapeknas Kabupaten Kotawaringin Timur Susilo mengatakan, jumlah anggota pada tahun 2018 mencapai 250 kontraktor, namun sekarang tinggal 50 kontraktor.
Dia mengakui ada penyusutan tajam jumlah anggota. Banyak anggota yang enggan memperpanjang sertifikat badan usaha (SBU) karena sudah pesimis dalam mendapatkan proyek. Apalagi saat ini APBD Kotawaringin Timur banyak tersedot ke proyek besar dengan skema multiyears sehingga jumlah paket dengan nilai kecil berkurang drastis. Proyek multiyears di Sampit di antaranya, peningkatan drainase di Jalan MT Haryono dan Jalan Ahmad Yani senilai Rp. 55.550.000.000, pengembangan fasilitas expo di lokasi Eks THR senilai Rp 31.865.000.000, dan pembangunan gedung mal pelayanan publik sebesar Rp 38.012.352.175.
Lebih parahnya lagi, sebagian proyek-proyek bernilai besar diambil oleh kontraktor luar daerah. Misalnya, proyek peningkatan Jalan Tjilik Riwut, Bamaang senilai Rp 72.753.430.069 oleh PT Surya Adhi Perkasa dari Palangka Raya, Pengembangan Ujung Pandaran senilai Rp 37.756.000.000 oleh PT. Rafika Jaya Persada Nusantara dari Kapuas, pembangunan sirkuit road race senilai Rp 23.706.300.000 oleh PT. Sampaga Karya Persada dari Palangka Raya, dan yang paling jumbo adalah pembangunan bedah central dan gedung pelayanan terpadu RSUD dr Murjani senilai Rp 150.982.003.146 oleh PT Karya Bisa dari Jakarta.
Menurut Susilo, kondisi seperti ini harus segera disikapi. Pemerintah daerah diharapkan duduk bersama dengan asosiasi jasa kontruksi lokal untuk mencari solusi, baik itu Gapensi, Gapeknas, Gapeksindo, maupun Aspekindo.
Di saat persaingan makin ketat dan persyaratan makin berat, maka diperlukan konsolidasi antara pemerintah daerah dan kontraktor lokal. Apalagi di era digital, lelang dapat dengan mudah diikuti kontraktor luar daerah.
”Pemerintah daerah harus melakukan pembinaan dan konsolidasi dengan kontraktor lokal. Sehingga kontraktor lokal siap bersaing ketika ada rencana pembangunan dengan skala besar. Jangan justru membina kontraktor besar dari luar daerah,” ujar Susilo.
Susilo juga mengajak kontraktor lokal Kotim untuk melakukan autokritik atau introspeksi diri. Tak jarang kualitas sumberdaya manusia masih menjadi persoalan. Misalnya, tenaga teknis pelaksana yang semestinya berasal dari sekolah kejuruan, justru diisi oleh lulusan SMA.
”Kemampuan maupun klasifikasi pengusaha jasa kontstruksi harus terus ditingkatkan. Relasi dengan swasta juga perlu diperluas. Ini penting demi menjaga keberlangsungan pengusaha,” ujar Susilo.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Gapensi Kotawaringin Timur M Saleh. Anggota Gapensi Kotim yang dulunya mencapai ratusan kini tersisa 90 pengusaha. Itu pun banyak yang tidak memiliki garapan alias nganggur.
”Saat ini banyak direktur perusahaan jasa konstruksi di Sampit tanpa penghasilan. Pemasukan tidak ada, padahal gaji karyawan terus berjalan. Jangan biarkan kondisi ini berlarut-larut,” ungkapnya.
Menurutnya, proyek dengan skema anggaran tahun jamak saat ini terlalu banyak. Ada ada delapan proyek multiyears yang sedang berjalan. Rinciannya, proyek drainase, pengembangan fasilitas expo di lokasi Eks THR, gedung mal pelayanan publik, peningkatan Jalan Tjilik Riwut, peningkatan Jalan Samekto Barat, pengembangan Ujung Pandaran, pembangunan sirkuit road race, dan pembanguan gedung Bedah Central dan Pelayanan Terpadu RSUD.
Dia mengaku pernah menolak usulan proyek multiyears. Dari rencana awal hanya tiga proyek multiyears, dalam pembahasan APBD 2018 justru muncul hingga enam usulan. Karena Saleh kalah suara, usulan itupun akhirnya lolos.
Kini, pemerintah kembali menyampaikan usulan proyek penambahan fasilitas ikon jelawat senilai Rp 40 miliar pada APBD 2020. Saleh meminta pemkab menunda dulu usulan itu.
”Saat ini masih ada delapan proyek multiyears. Semua itu baru akan selesai tahun 2020. Jadi jangan ditambah lagi proyek multiyears baru, sebelum semua itu rampung,” pinta Saleh.
Namun, jika penolakan ini hanya disuarakan segelintir orang, maka dia memprediksi usulan itu akan kembali lolos. Anggota DPRD dan tokoh masyarakat harus solid dalam memperjuangkan pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat.
”Pembangunan harus merata. Jangan sampai terfokus di dalam kota. Pembangunan juga harus berdampak positif terhadap dunia usaha di Kotim,” harapnya. (yit)