SAMPIT – Sejumlah satwa dilindungi di Kabupaten Kotawaringin Timur masih dijual bebas. Satwa jenis burung itu banyak dijual pedagang di sejumlah titik di Kota Sampit. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit mengingatkan mereka agar tak lagi menjual satwa tersebut mengingat ada ancaman pidana bagi pelakunya.
Ikhsan (52), pedagang burung di Jalan HM Arsyad mengaku kebingungan setelah mendengar adanya larangan tersebut. Sebab, selama ini pihaknya menganggap pemerintah daerah belum ada menyosialisasikan secara langsung tentang regulasi larangan tersebut.
”Saya telah memperjualbelikan sembilan ekor burung cucak hijau. Saya juga baru tahu kalau burung itu merupakan satwa dilindungi. Cucak hijau ini saya dapat dari sopir travel dan truk yang mampir hingga menawarkan kepada saya. Saya pun membelinya dan dijual kembali,” ujar Ikhsan, kepada Radar Sampit, Rabu (30/10).
Larangan itu mengacu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM/1/10/2018 tentang Penetapan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Dalam aturan itu, jenis burung umum yang dipelihara masyarakat dikategorikan sebagai satwa dilindungi. Di antaranya, cucak hijau, cucak rowo murai batu, dan beo.
Aturan itu menuai protes dari komunitas penggemar burung ocehan atau kicau mania. Pada Oktober 2018, pemerintah kembali menerbitkan Permen turunannya, yakni Permen LHK Nomor 92 Tahun 2019 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Beberapa jenis burung yang sebelumnya dilindungi, jadi tidak dilindungi. Burung-burung tersebut, di antaranya cucak rowo, murai batu, jalak suren, anis bentet kecil atau bentet, sangihe, dan colibry ninja.
”Kalau sudah ditetapkan pemerintah, kami terpaksa mengikuti aturan main itu. Namun, keadaan kami saat ini pun sebenarnya sudah cukup sulit. Apalagi disertai dengan aturan saat ini. Insya Allah, ke depan kami bakal lebih berhati-hati memperdagangkan satwa liar,” ujar Ikhsan.
Komandan BKSDA Pos Jaga Sampit Muriansyah mengatakan, aturan tersebut tidak berlaku surut. Sebab, jika ada warga yang memelihara burung yang dilindungi, seperti cucak hijau dan beo sebelum keluarnya aturan dari Permen LHK RI, tidak akan jadi masalah.
”Artinya, masyarakat (bukan pedagang, Red) boleh-boleh saja memelihara burung tersebut. Tapi, ada satu syaratnya, masyarakat diminta melapor kepada BKSDA Pos Jaga Sampit apabila ada memelihara burung jenis cucak hijau untuk didata,” ujarnya.
Terkait satwa liar yang dilindungi, jelasnya, diatur dalam UU RI Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Aturan itu menyebutkan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan dilindungi dalam keadaan hidup atau mati. Pelakunya diancam pidana penjara paling lama lima tahun penjara dan denda sebanyak Rp 100 juta.
”Artinya, sejak Juni 2018 lalu, siapa saja yang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, apalagi memperjualbelikan satwa dilindungi, seperti cucak hijau dan beo, akan diancam pidana lima tahun dan denda sebanyak Rp 100 juta,” pungkasnya. (sir/ign)